Kamis, 05 Februari 2009

Valentine?.. Boleh Gak yah Dirayain???


Sebenernya Boleh Nggak sih Ngerayain Valentine?

Bentar lagi banyak orang, media, pebisnis merayakan hari yang nggak jelas ini ...


Tidak diketahui pasti sejak kapan Valentine’s Day dirayakan di Indonesia. Namun realitanya sekitar pertengahan 1980-an, perayaan Valentine’s Day sudah dilakukan para remaja Indonesia di kota-kota besar.

Hari Kasih Sayang atau yang lebih ‘modern’ disebut sebagai Hari Valentine (Valentine’s Day), berasal dari suatu ritual paganisme, ritual satanis, yang penuh dengan kemaksiatan. Ritual kuno ini di zaman Romawi dikenal sebagai Lupercalia Festival, di mana para pemuda dan pemudi diperbolehkan melakukan kemaksiatan secara bebas di mana pun mereka mau.

Euphoria hampir dipastikan bakal kembali mengguncang dunia, jutaan manusia tak terkecuali di negeri ini bersiap memperingati medio februari yang sarat kontroversi, sayangnya banyak yang sebatas ikut-ikutan tanpa pernah tahu dan peduli tentang “sisi negatif” valentine day yang telah di salah tafsirkan sebagai perayaan hari kasih sayang.
Di Barat Valentine Day menjadi hari raya ketiga setelah Natal dan Tahun Baru, kehadirannya yang memiliki muatan dan makna religius bagi kaum kristiani seharusnya disadari oleh sebagian kalangan generasi muda Islam bahwa kebiasaan untuk memperingati dan merayakan valentine day harus dikaji ulang, di koreksi dan dipahami sebagai tindakan salah adaptasi dan salah adopsi.
Penelusuran lebih lanjut mengapa valentine day bisa menyebar hingga ke seluruh belahan dunia akan membawa kita pada skenario bisnis gerakan kapitalis yang sengaja gencar melakukan promosi atas nama hari kasih sayang demi meraup keuntungan bisnis yang luar biasa besar dengan membidik secara khusus segmen kaum muda di seluruh dunia.
Tentu saja valentine day menjadi moment yang paling menguntungkan bagi pengusaha kartu ucapan, pengusaha bunga, pengusaha hotel, pengusaha aksesoris dan sejenisnya, Jadi jangan buru - buru terperangah apalagi tergoda dengan moment valentine day yang senantiasa tampil meriah.

Pornoaksi terselubung
Bagi kalangan muda, Hari Valentine cenderung ditafsirkan secara sempit sebagai moment penting untuk menjalin hubungan muda - mudi yang serius bukan lagi ungkapan kasih sayang yang tulus dan universal tanpa melibatkan kontak fisik, Kebanyakan generasi muda utamanya di negara - negara barat merayakan valentine dengan sebuah janji kencan yang sering di akhiri dengan kontak fisik dan perzinahan, Naudzubillah.
Dalam budaya masyarakat barat yang toleran dan terbuka terhadap perilaku seks bebas, perayaan valentine diwarnai dengan kencan pasangan - pasangan muda sepanjang malam itu, bahkan beberapa tempat dan hotel sengaja menggelar aneka acara yang berakhir dengan pesta - pesta kemaksiatan.
Sementara bagi generasi muda bangsa kita yang berbudaya ketimuran dan lebih khusus lagi bagi generasi muda Islam sudah sepatutnya bersiap membentengi diri dari virus pornoaksi yang terselubung dan tersamarkan dalam balutan perayaan valentine day.

Ketidakjelasan sejarah valentine day
Sebenarnya masih terdapat perbedaan versi dan beragam catatan mengenai akar sejarah valentine, jika dicermati ternyata tradisi ini mengadopsi pada kebiasaan masyarakat romawi kuno yang menganggap pertengahan bulan pebruari sebagai periode cinta dan kesuburan. Setiap tanggal 13-14 Februari para pendeta mengadakan ritual persembahan kepada dewa lupercus (sang dewa kesuburan) yang diakhiri dengan sebuah pesta atau perayaan Lupercalia pada tanggal 15 Februari sebagai puncaknya. Dalam berbagai literatur disebutkan pada hari itulah para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.
Pada tahun 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang secara kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Catatan mengenai pendeta yang bernama santo valentine itupun masih bias karena hingga saat ini berkembang banyak versi khususnya latar belakang sejarah vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh penguasa romawi saat itu.
Versi yang paling terkenal adalah titah Kaisar Claudius II berupa larangan bagi para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah karena menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Tindakan kaisar mendapat tentangan dari Santo Valentine yang secara diam - diam menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M. Versi ini ternyata banyak ditentang oleh sebagian kalangan gereja yang tetap beranggapan bahwa Santo valentine di eksekusi karena berani menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak tradisi penyembahan atas tuhan - tuhan dan dewa - dewa orang Romawi.
Kesimpulannya, Valentine day memang dirayakan oleh gereja - gereja untuk menghapuskan tradisi paganisme kaum romawi kuno dan untuk mengganti persembahan kepada dewa lupercus dengan ritual valentine, namun yang mengejutkan sejak tahun 1969 terdapat gerakan untuk menghapus perayaan valentine dari kalender gereja khususnya untuk menghapus mitos dan legenda tentang santo dan santa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jika dari kalangan gereja sendiri muncul kesadaran untuk tidak merayakan valentine day mengapa generasi muda kita justru tidak mau belajar dari fakta ini ?!?!…

Kampanye anti valentine day

Atas dasar fakta diatas dan diatas landasan niat untuk membentengi akhlak generasi muda kita maka sudah sewajarnya setiap ummat Islam mengambil peran penting untuk turut mengkampanyekan gerakan anti valentine day dan secara khusus menyerukan kepada pemuda pemudi Islam untuk tidak terlibat dalam acara kasih sayang dan percintaan ala valentine’s day. Di sejumlah negara Islam belakangan ini muncul gerakan terbuka untuk menolak peringatan valentine day, di Mesir beberapa kalangan ummat Islam menyerukan untuk merubah Valentine’s Day dengan Muhammad Day. Seruan ini disampaikan di sejumlah situs internet baik website maupun blog. Mereka menyerukan pembenahan pemahaman cinta dengan pemahaman yang benar sesuai dengan ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Seruan ‘Muhammad Day’ ini juga disebarkan secara meluas melalui pesan elektronik (e-mail) dan pesan singkat ponsel (sms). Gagasan Muhammad Day semata - mata bertujuan sebagai gerakan insidental kampanye anti valentine day yang otomatis tidak diagendakan untuk dilakukan setiap tahun.

Kampanye via sms

Siapapun bisa menjadi bagian dari gerakan anti valentine day dengan menyebarkan pernyataan singkat dibawah ini melalui pesan singkat (sms) :
“Stop Pornoaksi yang merebak dalam balutan valentine day, mari kita benahi pemahaman tentang cinta dan kasih sayang yang benar sesuai dengan ajaran Islam dan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW”.
Akhirnya, berdasar fakta negatif dan nuansa pornoaksi yang terselubung dan merebak melalui peringatan hari valentine maka marilah kita secara bersama -sama satukan tekad “HAPUSKAN VALENTINE’S DAY SEKARANG JUGA !!!”


Agama Kristen yang datang kemudian dan menjadi agama resmi Roma di ssaat Kaisar Konstantin, mengadopsi ritual ini dan memolesnya dengan mitos Santo Valentinus yang oleh gereja sendiri diakui tidak bisa dipastikan asal-muasalnya. Belakangan, pada sekitar tahun 1960-an, Gereja Vatikan menghapus perayaan Valentine ini dari Kalender Gereja dan melarang umatnya untuk ikut-ikutan merayakan ritual tersebut karena jelas-jelas tidak berdasar.

Namun kian hari perayaan Valentine kian mendapat tempat di banyak anak-anak muda dunia. Hal ini ada dua kemungkinan yang bisa menjawabnya.
Pertama, para pebisnis melihat perayaan Hari Valentine merupakan sebuah momentum yang sangat bagus untuk dieksploitasi dan dijadikan ajang ‘perayaan bisnis’ guna meraup keuntungan material sebanyak-banyaknya. Sebab itulah, para pebisnis ini setiap tahun selalu saja ‘mempertahankan’ bahkan ‘menyuburkan’ perayaan Hari Valentine ini dan mengindoktrinasikan kepada otak-otak anak muda seluruh dunia bahwa Hari Valentine merupakan Hari Kasih Sayang yang harus dirayakan secara spesial. Caranya? Ya dengan membeli berbagai produk yang dikeluarkan oleh para pebisnis seperti coklat spesial berbentuk hati, boneka, bunga, kartu ucapan, bahkan di malam Hari Valentine, para pebisnis juga menanamkan pemikiran mereka bahwa belum komplit cinta mereka jika di Hari Valentine tidak dirayakan dengan makan malam berdua dalam suasana romantis di cafe-cafe dan hotel-hotel, nonton bioskop berdua, dan berakhir dengan membooking satu kamar hotel untuk menghabiskan malam spesial bersama pasangannya. Secara esensi hal ini sangat mirip dengan Lupercalia Festival berabad silam. Dan masyarakat Barat banyak yang memang sudah rusak secara norma dan nilai-nilai keagamaan, kian terjerumus. Ironisnya, hal ini secara latah diikuti oleh generasi muda yang berada di luar Barat dengan alasan modernisasi.

Kedua, kelakuan para pebisnis yang terus memelihara eksistensi perayaan Valentine didasari oleh dua motif di mana antara satu dengan yang lainnya saling terkait. Yang pertama adalah motif ekonomi yakni memanfaatkan semua celah untuk bisa di eksploitasi guna bisa mendatangkan keuntungan material sebanyak mungkin, dan kedua, hal ini juga selaras dengan indoktrinasi para ‘Tetua Yahudi’ yang dirumuskan dalam agenda bersama Gerakan Zionis Internasional ‘The Protocolat of Zions’ (disahkan dalam Konferensi Zionis Internasional I di Basel-Swiss, tahun 1897).

Kelompok-kelompok klandestin yang menggerakkan banyak konglomerat dunia ini menunggangi gereja agar dunia menganggap Valentine’s Day merupakan salah satu hari raya Kristen. Banyak yang terkecoh dan menerima hal yang sesungguhnya tidak tepat, sehingga Hari Valentine kadung dikenal sebagai bagian dari kekristenan sekarang ini. Padahal hal itu tidak benar sama sekali karena Injil tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang Valentine. Banyak kalangan gereja menyatakan bahwa perayaan Valentine merupakan salah satu bentuk heresy (bid’ah) di dalam kekristenan yang harus dihindari.

Sebab itulah, para pemuka agama Islam di seluruh dunia dari golongan dan gerakan Islam mana pun telah sepakat bahwa HARAM hukumnya bagi umat Islam untuk ikut-ikutan merayakan Hari Valentine dengan tingkat partisipasi sekecil apa pun, bahkan sekadar mengucapkan “Selamat Hari Valentine”. Inilah beberapa fatwa yang dikeluarkan berkenaan dengan hari Valentine:

Firman Allah swt yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw merupakan dasar bagi fatwa-fatwa pelarangan ini. Dalam QS. Al-maidah ayat 51, Allah swt berfirman melarang umat Islam untuk meniru-niru atau meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”


"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Al Isra’ : 36)

Rasulullah saw dalam suatu haditsnya yang diriwayatkan oleh Bu Daud dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar mengatakan, “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dalam kaum tersebut.”

Barangsiapa melkaukan amal yang tiada didasari perintahku(Qur’an dan Sunnah), maka amal perbuatannya tertolak.” (HR. Ahmad)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahawa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai kepada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah.

Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”

Sudah menjadi jelaslah bahwa mengucapkan selamat hari Valentine saja tidak diperbolehkan menurut akidah Islam, apalagi ikut serta dan berperan aktif dalam perayaannya. Apa pun dalihnya. Karena dalih bisa saja dibuat hingga ribuan pasal. Tetapi esensinya adalah tidak diperbolehkan umat Islam turut serta sekecil apa pun untuk menyambut hari tersebut.

sumber:
ceramah singkat Ust.Aam Amirudin M.si
Eramuslim digest Edisi koleksi 5
dunia.pelajar-islam.or.id

Golput Boleh GAk Yach???

kenapa yah kok bisa Ada yang Golput ?

Boleh pa nggak yah golput tu? kalo dalam kenyataannya yang dipilih nggak yang layak-oke-, atu udah gag ada yang bisa kita percaya untuk jadi pemimpin!!


Saat ini ‘euforia’ (atmosfir pesta) pemilu 2009 sudah semakin terasa. Banyak partai bermunculan ditelevisi dan di jalan-jalan untuk memamerkan rayuangombalnya dan dagangannya, termasuk partai yang berasaskan islam. (di ragukan)

Di sisi lain, dalam beberapa diskusi yang diadakan di televisi dan survey yang dipublikasikan media massa serta publikasi hasil pilkada didapatkan fakta : rakyat semakin ‘enggan’ menyalurkan suara politiknya lewat partai-partai yang ada.

itu semua di sebabkan rakyat sudah tak percaya lagi kepada parpol dan calon-calon yang berlaga mengusung nama partai nya masing-masing, tidak dapat lagi membuktikan semua janji-janji gombal mereka!!!

memang realita yang beredar di kalangan rakyat kelas bawah bahwa para pejabat yang terpilih akan lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri, Mengapa begitu???
itu semua di sebabkan oleh dana yang telah mereka habiskan pada waktu kampanye, sehingga imbasnya di lontntarkan dengan mengorbankan rakyat.. Entah ia ataupun tidak, tergantung orang menilainya.

Berangkat dari realitas itu pula beberapa hari kebelakang MUI mengeluarkan fatwa tentang haramnya ‘golput’ dengan harapan tingkat partisipasi masyarakat di pemilu nanti akan ada peningkatan. Namun,

Pertanyaannya : Mengapa rakyat (sebagian) cenderung memilih golput?

Pertanyaan ini penting dijawab. Sebab, sejatinya alternatif pilihan masyarakat saat ini adalah partai-partai Islam tetapi ternyata tidak.
menurut artikel yang saya baca.
1. Kegagalan partai dalam berfihak kepada masyarakat. Keinginan masyarakat pada partai yang benar-benar memperjuangkan aspirasi Islam sangat ditunggu-tunggu. Survey PPIM tahun 2001 menunjukkan prefernsi (pilihan) masyarakat terhadap syariah 61 %, tahun 2002 meningkat menjadi 71%, tahun 2003 meningkat menjadi 74%. Ternyata 5 tahun berikutnya, berdasarkan survey SEM Institute pada awal tahun 2008 meningkat secara tajam mencapai 83 %.

Namun, mengapa keinginan kuat terhadap syariah tidak berbanding lurus dengan dukungan masyarakat terhadap partai politik islam? Ternyata, penelitian Indo Barometer (2008) menunjukkan persepsi masyarakat bahwa tidak ada bedanya partai Islam dengan partai lain (43,3%), dan perilaku elite/pengurus dari partai islam sama dengan partai lain yang bukan dari partai islam (34,8%).

Wakil-wakil rakyat di DPR pada periode ini menunjukkan perilaku yang mirip dengan wakil rakyat dari partai sekuler. Pembelaan wakil rakyat terhadap kepentingan umat Islam tidak tampak. Justru sebaliknya, terbaca oleh masyarakat, partai-partai yang ada tak terkecuali partai Islam, hanya menjadikan parlemen sebagai ajang untuk mencari penghidupan dan berebut kue kekuasaan. Kalangan DPR, termasuk partai islam justru setuju dengan kenaikan harga BBM. Ketika rakyat teriak-teriak antri minyak tanah dan harga sembilan bahan pokok melambung, kebanyakan para wakil rakyat hanya diam.

2. Kegagalan pendidikan politik idiologis.
Hal ini adalah akibat politik pragmatisme yang menguasai kancah perpolitikan saat ini. Sikap ini merugikan umat islam dan partai islam. Pragmatisme akan mendegradasi tujuan dan cita-cita perjuangan islam. Siapapun tak dapat menyangkal, pragmatisme berarti harus merelakan diri menyesuaikan diri dengan keadaan/fakta; artinya melepaskan nilai-nilai dasar perjuangan dan idiologi partai yang telah digariskan. Karakter partai Islam akan luntur. Memang bisa berdalih, ini semeua masih dalam koridor Islam. Namun, dalih ini sebenarnya hanya pemanis mulut, bukan arus utama.

Proses pendidikan politik masyarakat mandeg. Apa yang dilihat oleh masyarakat hanyalah dagelan elit politik. Partai-partai hanya menyapa rakyat ketika akan Pemilu atau Pilkada. Kaderisasi, penanaman Islam sebagai way of life, dan pemikiran politik tidak tergarap. Sumberdaya hanya dikerahkan demi suara. Wajar belaka jika kesadaran politik rakyat tidak meningkat.

3. Pembusukan citra partai islam.
Tidak dipungkiri ada upaya untuk mencitraburukkan partai islam. Hal sederhana, masalah poligami dipolitisasi sedemikian rupa sehingga seakan akan pelakunya berbuat criminal. Belum lagi isu kekerasan terus dilekatkan pada gerakan/lembaga dan partai Islam. Untuk menghindari hal tersebut, bergeraklah partai islam untuk meninggalkan idiologi islam, citra islam, bahkan symbol-simbol islam. Alih-alih bersifat ofensif menawarkan islam sebagai solusi, justru sibuk cuci tangan terhadap pelekatan Islam pada dirinya. Sudah dapat ditebak, partai Islam pun tinggal sekedar nama.

4. Skandal politisi.
Sebagian anggota DPR dilanda skandal seks. Kasus suap dan gratifikasi yang begitu telanjang dilakukan anggota DPR. Tingkat kesadaran anggota DPR melaporkan gratifikasi hanya 1,9%. Main mata dalam setiap pembuatan undang-undang bukan rahasia lagi. Semua itu tidak hanya melibatkan partai sekuler. Partai yang menamakan dirinya Islam sekalipun ada yang terlibat di dalamnya. LSI menyebutkan di tahun 2008, kepuasan public terhadap pemerintah dalam 3 tahun terakhir turun, dan kepercayaan masyarakat terhadap DPR pun dibawah 50 %.

Last but not least, penyebab utamanya adalah system demokrasi itu sendiri. Dalam system demokrasi opini menjadi sangat penting. Orang harus terkenal untuk bisa memenangkan Pemilu. Uang pun digelontorkan untuk beriklan dimedia massa. Kampanyepun membutuhkan dana yang tidak sedikit. Darimana uangnya? Dari para anggota partai yang jadi pejabat, para pengusaha atau asing. Tidaklah mengherankan, anggota DPR makan suap, karena sebagian uangnya masuk kedalam kocek partai.

Begitu juga logis sekali main-mata dengan pengusaha dan asing hingga pembuatan UU selalu berfihak kepada mereka karena mereka dibiayai oleh para penguasa dan asing itu. Negara pun berubah dari nation state (Negara-bangsa) menjadi corporate state(Negara-perusahaan). Negara laksana sebuah perusahaan besar: para konglomerat sebagai pemilik modal: para pejabat menjadi pengelolanya; dan rakyat sebagai pihak pembeli yang diekspoitasi. Pilkada dan Pemilu pun tidak lebih dari suatu industri politik. Karenanya, mempertahankan sistem demokrasi sama dengan memelihara penyakit.

Melepaskan Pragmatisme

Kondisi sekarang semakin parah dengan adanya idiologi pragmatisme yang dipegang oleh partai-partai teramsuk partai Islam. Dalam situasi politik yang didominasi kepentingan sesaat seperti sekarang, bukan persoalan mudah untuk tidak tergiring dalam arus pragmatisme. Apalagi jika orang-orang yang menjadi anggota partai politik Islam tidak memiliki tameng diri yang kuat.

Namun, bukan berarti itu tidak bisa dihindari oleh partai-partai Islam. Caranya, partai-partai harus kembali mamahami asas perjuangannya yakni islam dan cita-cita islam itu sendiri bagaimana harus diterapkan. Partai islam harus lantang menolak UU yang lahir dari sekulerisme dan bertentangan dengan islam. Partai islam harus terus melakukan koreksi terhadap kebijakan keliru penguasa (Muhasabah hukkam). Para anggota partai Islam harus ingat betul mereka berjuang untuk islam sehingga mereka bergabung dengan partai Islam. Jangan sampai terbalik, dengan dalih Islam, mereka berebut mencari penghidupan dengan duduk menjadi wakil rakyat, setelah itu lupa tujuan pembentukan partai islam itu sendiri.

Karenanya, jika partai-partai islam ingin meraih dukungan yang signifikan, tidak ada jalan lain, mereka harus mendefinisikan dirinya kembali sebagai partai Islam sesungguhnya bukan sekedar nama belaka. Posisi abu-abu yang selama ini mendominasi harus segera disingkirkan. Jatidiri sebagai partai islam sejati harus ditunjukkan. Tegas menyatakan yang benar sebagai benar dan salah sebagai salah. Jadikan parlemen sebagai mimbar dakwah. Konsekuensinya berbagai hal yang bertentangan dengan syariah Islam akan ditentangnya.

Kini saatnya partai-partai islam meniti jalan Islam yang sesungguhnya, sesuai khittahnya sebagai partai pembawa suara islam (Shaut al- Islam), bukan sekedar basa-basi.
tapi harus berdasarkan realitas dan kenyataan.

MENURUT SAYA:
sebenarnya apabila calon yang ada tidak dapat membuktikan janji-janjinya, buat apa kita pilih, karna itu semua hanya menjerumuskan bangsa ke jurang kehancuran.
tapi sebaiknya kita pilih calon yang menurut kita baik!!!

tapi buktilah yang di harapkan oleh rakyat, bukan hanya manis di mulut saja!!!

"BERI BUKTI BUKAN JANJI"

Sumber: ceramah singkat Ust Aam Amirudin, M.si
artikel pada surat kabar bandung.

Cara Mengurus Jenazah Yang Terjangkit "HIV AIDS"

IDS adalah kependekan dari Aquired Immuno Diffeciency Syndrome. Penyakit tersebut berasal dari virus HIV (Human Imuno Diffenciency Virus) atau virus penyebab menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia.

Virus HIV menginfeksi suatu kelompok dari sel darah putih yang disebut helper T-Cells atau sel T pembantu. Sel T pembantu mempunyai pengaturan yang sangat penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini adalah penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menular kepada orang yang sehat, bahkan bisa menghancurkan sistem kekebalan tubuh manusia.

Sampai saat ini, belum ada seorang dokter ataupun lembaga kesehatan internasional –WHO sekalipun- yang sudah menemukan obat mujarab untuk menghancurkan penyakit tersebut. Cara penularan virus HIV atau penyakit AIDS diantaranya melalui jalan hubungan seksual, jarum suntuk, dan penularan pada janin sebelum kelahiran. Apakah AIDS termasuk azab? Ini sangat tergantung pada siapa yang ditimpanya.

Apabila menimpa ahli maksiat, itu bisa merupakan azab. Namun, apabila yang ditimpa penyakit tersebut adalah orang baik-baik atau orang shaleh, itu merupakan ujian. Cara penularan AIDS yang bukan hanya melalui hubungan sex, memungkinkan penyakit tersebut tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat maksiat (berperilaku sex bebas), malainkan dapat pula menimpa orang baik-baik.

Karena itulah, kalau ada seseorang yang terkena AIDS, kita jangan langsung berperasangka negatif terhadapnya. Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang terkena AIDS? Pertama, ia wajib berobat. Walau sampai saat ini belum ditemukan obat yang akurat untuk penyakit tersebut, namun kewajiban untuk berobat harus tetap dilaksankan karena Islam memerintahkan untuk berupaya mengobati setiap penyakit.

Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh, berari membiarkan diri terjerumus pada kematian, dan Islam mengharamkan hal tersebut. “...dan janganlah kamu membunuh dirimu! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa 4:29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah saw. Seraya bertanya, “Apakah kita harus berobat?” Rasulullah menjawab, “Hai hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menurunkan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para sahabat bertanya, “Apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Kedua, berupaya agar penyakit tersebut tidak menular pada orang lain. Ustadz Sayyid Sabiq di dalam kitab Fiqus Sunah mengatakan bahwa barangsiapa yang diuji Allah swt. dengan penyakit menular, sebaiknya ia menahan diri untuk tidak tinggal dengan orang yang sehat dan tidak pula menemani orang yang sehat karena Muhammad saw. telah bersabda, “Tidak boleh masuk orang yang berpenyakit (menular) kepada orang yang sehat.”

Dalam hadits lain diriwayatkan, ketika datang seorang yang berpenyakit patek (nama salah satu penyakit menular saat itu) untuk berbaiat kepada Rasulullah saw., Rasulullah kemudian mengutus seorang untuk membaiatnya dan nabi tidak mengizinkan oran gitu memasuki Madinah.

Bagaimana sikap kita terhadap orang yang terkena AIDS? Seperti dikemukakan di atas, penyakit AIDS tidak hanya menyerang ahli maksiat, tapi juga bisa menyerang orang baik-baik. Kerena itulah, apabila ada seseorang yang terkena AIDS, kita wajib memberikan motivasi kepadanya untuk berobat dan bersabar. Andai dalam keluarga kita ada yang terkena AIDS (Naudzubillah!), kita tidak perlu mengucilkannya.

Kita masih dapat bergaul dengan mereka dalam batas-batas tertentu. Berkonsultasilah dengan ahli kesehatan tentang hal apa yang tidak dilakukan saat kita bergaul dengan mereka. Orang yang terkena AIDS sudah pasti menderita, alangkah pedihnya kalau penderitaan mereka ditambah lagi dengan pengucilan oleh keluarga atau masyarakat.


Apabila penderita AIDS meninggal, bagaimana cara memandikannya?

Cara memandikannya sama saja dengan memandikan jenazah yang tidak terkena AIDS. Namun, karena AIDS tersebut tergolong penyakit menular dan sangat berbahaya, alangkah baiknya kalau sebelum memandikannya kita berkonsultasi terlebih dahulu pada ahli kesehatan, apabila virus HIV dapat menular saat kita memandikannya atau tidak. Kalau jawabannya tidak, tentunya tidak ada masalah. Namun, kalau jawabannya dapat menular, jenazah tersebut harus ditangani secar khusus oleh orang yang dianggap mengantisipasi penularan tersebut. Kalau sudah jelas dapat menular, namun kita tetap memaksa memandikannya, hal itu sama saja dengan menjerumuskan diri pada kebinasaan. Firman Allah: “Janganlah sekali-kali kamu mencampakkah diri kamu ke dalam kebinasaan...” (QS. AL Baqarah:195)

Kesimpulannya, penyakit AIDS dapat merupakan azab kalau menimpa ahli maksiat, namun merupakan ujian bila menimpa orang baik-baik atau shaleh. Orang yang terkena AIDS harus kita bantu dengan memotivasinya untuk berobat dan bersabar. Apabila ia meninggal, jenazahnya ditangani sebagaiman kita menagani jenazah-jenazah lainnya, namun kalau menurut ahli kesehatan hal itu dapat menyebabkan penularan, kita harus menyerahkannya pada orang yang memang berkompeten menanganinya. Wallahu a’lam.

namun kebanyakan orang cenderung menjauhi orang-orang yang terkena musibah tersebut, seharusnya kita memberi suport yang dapat membangkitkan semangat nya!!!

di ambil dari ceramah singkat Ust. Aam Amirudin, M.si

Selasa, 03 Februari 2009

Arti Ibadah Menurut Islam (bagian 5).

09 NAFSU DAN SYAITAN PERINTANG IBADAH
DI awal buku ini telah kita uraikan bagaimana perintah beribadah itu diterima oleh akal dan fitrah murni manusia. Keduanya membenarkan tuntutan bahwa kita mesti beribadah kepada ALLAH SWT sebagaimana syariat menuntut kita berbuat demikian. Hati kecil dan akal kita begitu kuat sekali mendorong kita melakukan amal ibadah tetapi perbuatan kita masih tidak sesuai dengan kehendak hati dan akal. Mengapa bila perbuatan kita tidak mengikuti dorongan akal dan hati, tapi tidak diberi peringatan. Mengapa tidak ada bisikan di dalam hati kecil atau di dalam kepala kita bahwa perbuatan kita sudah melanggar perintah. Kita sepatutnya beribadah kepada ALLAH tetapi kita tidak lakukan.

Ada dua musuh besar manusia yang tidak jemu melalaikan hati dan nurani manusia dari ibadah kepada ALLAH. Musuh itu ialah nafsu dan syaitan.

Keduanya tidak habis-habis menghasut manusia supaya melanggar perintah ALLAH. ALLAH telah memperingatkan manusia tentang syaitan, betapa ia memusuhi manusia dalam Surah Yaasin ayat 60:

Maksudnya: "Bahwa (syaitan) itu adalah musuh kamu yang sangat nyata.”

Dan ALLAH juga memberi peringatan mengenai nafsu seperti dalam Surah Yusuf ayat 53:

Maksudnya: "Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh berbuat kejahatan”

Karena syaitan dan nafsu itulah maka manusia senantiasa lalai dan tidak mengindahkan perintah ibadah kepada ALLAH. Nafsu dan syaitan itu menutup pintu hati manusia supaya jangan suka mencari ilmu dan pengetahuan tentang Islam. Sekiranya dia tidak mengerti tentang Islam maka dia tidak akan mengerti tentang ibadah. Karena itu setiap ibadahnya pasti bertentangan dengan syariat. Ketika itu syaitan akan tertawa gembira karena ‘ibadah’ menurut konsep syaitan dan nafsu berhasil dilaksanakan manusia, bukan ibadah menurut tuntutan syariat. Karena itu ada orang yang berani berkata, “ALLAH tidak akan marah karena aku sedang mencari rezeki. Bila pulang terlambat, tentulah tinggal shalat. ALLAH tahu dan kasihan padaku.” Begitu halusnya syaitan membisikkan kata-kata itu ke dalam hatinya hingga dia dapat berlindung dibalik ‘perbuatan karena ALLAH.’ Demikianlah bagaimana hati dan akal manusia dapat dipengaruhi syaitan dan nafsu. Sekiranya kedua musuh itu tidak ada, akal dan hati akan menyadarkan manusia tentang kewajiban ibadah kepada ALLAH dan akan meletakkan hati seseorang itu pada fungsinya yang sebenarnya yaitu mengingatkan manusia agar beribadah kepada ALLAH .

Ancaman syaitan dan nafsu

Sesungguhnya, syaitan dan nafsu sering menakut-nakuti manusia agar meninggalkan amal ibadah kepada ALLAH Azza wajalla. Banyak sekali bisikan-bisikan halus yang umumnya manusia tidak menyadari bahwa itu datangnya dari syaitan. Dengan bisikan-bisikan itu manusia gentar dan takut untuk beribadah kepada ALLAH. Hal itu terjadi dalam diri tetapi kita tidak menyadarinya. Coba kita perhatikan berbagai ancaman berikut.

Syaitan membisikkan kepada hati manusia, jika kamu terlalu beribadah, kamu akan menjadi miskin dan papa karena orang-orang yang berjuang untuk Islam semuanya miskin-miskin. Kalau kamu beribadah dan mengikuti semua Sunnah dan perintah Al Quran dari segi makan, minum, menyusun keluarga, menyusun hidup dan sebagainya, maka kamu akan dibenci oleh masyarakat dan kamu akan dikucilkan oleh mereka. Kamu akan dikatakan melampaui batas, fanatik dan sebagainya. Lantas kamu mungkin dapat didakwa dan dihukum karena telah membawa konsep hidup yang bertentangan dengan masyarakat, tamadun serta kebudayaan orang Islam. Karena manusia termakan dengan ancaman syaitan itu maka manusia tidak mau beribadah kepada ALLAH dalam arti kata ibadah yang sebenar-benarnya. Manusia tidak sanggup menerima susah dan ujian, lantas tidak mau beribadah kepada ALLAH dan sanggup mendurhakai ALLAH karena ancaman-ancaman halus dari syaitan dan nafsu. Kalaupun mereka beribadah, ibadahnya cuma ibarat melepaskan batuk ditangga saja, tidak dibuat dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.

10 UJIAN ALLAH
Karena dorongan syaitan dan nafsu, manusia sanggup ingkar terhadap perintah ALLAH dan ada kalanya sanggup menghina ibadah-ibadah yang ALLAH perintahkan. Sebenarnya jika syaitan dan nafsu tidak mempengaruhi manusia, semestinya manusia itu menyadari bahwa sudah menjadi sunatullah setiap manusia yang hidup di mayapada ini tidak mengira agama yang dianut, dari bangsa apa, lelaki atau perempuan, kaya atau miskin, alim atau jahil, berkuasa atau rakyat biasa, semuanya tidak akan dapat terlepas dari ujian ALLAH.

Ada berbagai ujian yang ALLAH akan berikan kepada setiap manusia. Salah satunya ialah penderitaan. Kalau pun dia tidak ditimpa penderitaan berat, dia akan ditimpa penderitaan ringan. Sakit merupakan salah satu bentuk penderitaan yang diberikan kepada manusia. Misalnya seseorang itu tidak mau sakit karena dia tahu bahwa sakit itu adalah satu jenis penderitaan dan kesusahan. Karena itu dia menjaga kesehatan badannya. Dia sering melakukan riadhah dan bangun pagi-pagi untuk melakukan joging subuh (baginya mungkin joging lebih utama dari shalat subuh), makan pil-pil vitamin untuk menjamin supaya perjalanan darahnya baik sehingga dirinya senantiasa segar dan bertenaga. Makanannya pun senantiasa makanan pilihan seperti sekian banyak zatnya, sekian banyak pemberi tenaga, tidak terlalu manis dan tidak terlalu asin pendekatannya, dia menjaga keseimbangan makanannya. Dalam keadaan dia berjaga-jaga dengan berbagai peraturan kesehatan baik dari segi riadhah maupun makanan, tidak disangka-sangka dia juga ditimpa penyakit. Kadang-kadang penyakit yang luar biasa seperti lemah jantung, darah tinggi, kencing manis dan sebagainya. Jadi kita ingin bertanya kepadanya, berhasilkah dia membuat benteng pertahanan agar tidak ditembus penyakit yang ALLAH timpakan?

Satu lagi bentuk penderitaan adalah berupa kemiskinan. Manusia memang takut dengan kemiskinan. Kalau boleh semua manusia tidak mau susah. Semua ingin senang. Perkataan miskin itu sangat memalukan. Karena itu dia mencoba memerangi kemiskinan. Dia berusaha dengan penuh semangat dan kegigihan. Dia bekerja siang dan malam mencari uang untuk mengumpulkan harta dan kekayaan. Malangnya dia tidak menyadari rencana memang ditangannya, tetapi segala-galanya ALLAH yang mengatur. Berbagai hal dapat terjadi jika memang kemiskinan itu akan ditimpakan juga oleh ALLAH. Pada saat dia sedang asyik dengan kekayaan dan hartanya itu, ALLAH datangkan bencana merenggut kekayaannya.

Satu bentuk penderitaan yang manusia tidak terfikir serta tidak menyadarinya bahwa itu merupakan ujian dari ALLAH ialah hasad dengki dan kejahatan manusia. Hal itu memang sering terjadi kepada setiap manusia yang akan ALLAH uji. Berbagai-bagai fitnah dapat ALLAH datangkan kepada manusia yang ingkar dan tidak mau patuh kepada perintahnya. Fitnah itu merupakan bala' paling besar yang dapat menimpa manusia. Itupun manusia masih mencoba melawannya karena tidak menyangka semua itu datang dari ALLAH. Senjata untuk melawan hasad dengki dan fitnah itu ialah membuat dirinya berhubungan baik dengan semua manusia. Menanam tebu dibibirnya, menabur gula di hatinya. Dia mencoba menabur budi kepada manusia agar terbina hubungan yang baik dengan orang lain. Tetapi kita sering melihat bagaimana orang yang seperti itu pun masih terkena bala dari ALLAH. Mungkin ia difitnah dengan tuduhan ingin menunjuk-nunjuk diri, ingin dikatakan berbudi, mentang-mentang dia kaya. Berbagai-bagai tuduhan manusia ke atas dirinya. Jadi sangat jelas, tidak ada siapa pun yang dapat mengelakkan diri dari penderitaan.

Satu lagi bentuk penderitaan yang sekali-sekali dapat menimpa manusia ialah bencana baik berupa bencana alam seperti banjir, kemarau, gempa, gunung berapi dan bencana alam lainnya ataupun bencana karena kelalaian manusia seperti kebakaran dan kemalangan. Bila bencana seperti itu melanda, segala harta, kampung halaman, sanak saudara akan musnah dan porak peranda. Beratus-ratus malah adakalanya beribu-ribu nyawa akan terkorban. Bencana itu akan membawa penderitaan yang berat sekali kepada manusia hingga tersiar dalam surat kabar agar manusia yang tidak ditimpa bencana membantu mereka yang malang itu.

Demikianlah hebatnya penderitaan yang ALLAH berikan. Dapatkah manusia mengelakkan diri dari penderitaan itu? Memang jika manusia itu lupa pada hakikat sebenarnya, dia mengambil langkah-langkah ciptaannya untuk memerangi bencana alam tersebut. Untuk mengelakkan dari bencana kelalaian manusia seperti kebakaran dan bencana-bencana lain, manusia diberi pengetahuan dan diajar langkah-langkah keselamatan. Untuk mengelakkan bencana alam, manusia membuat badan pengkaji cuaca supaya sebelum terjadi bencana, manusia dapat melarikan diri lebih dahulu. Tapi seringkali kita dapatkan, bencana itu datang ketika manusia tidak berjaga-jaga. Alat-alat sain dan teknologi ciptaan manusia menjadi tidak bermakna lagi.

Bencana yang paling menakutkan manusia ialah kematian. Manusia cukup takut dengan mati. Karena itu seluruh hayatnya digunakan untuk mengelakkan diri dari mati. Sakit sedikit saja, dia langsung mencari dokter untuk mendapatkan nasehat dan perawatan. Tetapi ketika dia mengambil langkah yang perlu untuk mengelakkan mati, dia akan mati juga. Dengan kematiannya tinggallah anak-anak dan isteri yang dikasihinya, sahabat, kerabatnya dan semua harta bendanya. Tentu itu merupakan satu penderitaan pahit bagi manusia karena kita sering mendengar ratapan dan rintihan manusia bila salah seorang anggota keluarga mereka mati. Kalau yang mati adalah ayah dan suami, hilanglah tempat bergantung anak dan isteri, kalau anak yang disayangi, hilanglah penghibur hati. Begitulah ratapan manusia yang melupakan perintah ALLAH. Sepatutnya dia sadar bahwa setiap musibah dan keburukan itu datangnya dari ALLAH di mana ALLAH telah memberi peringatan dalam Surah Al Baqarah ayat 155 seperti berikut:

Maksudnya: Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta, serta pengikut-pengikut. Dan berikanlah kabar gembira itu kepada orang sabar (yang mukmin).

Dalam ayat berikutnya ALLAH berfirman:

Maksudnya: (Yaitu) orang-orang yang ditimpa musibah mereka mengucapkan, “Inna lillah hi wainnaa ilaihi raji’un”
(Al Baqarah: 156)

Jelaslah bahwa segala bentuk penderitaan datang dari ALLAH, dan kita dilarang meratap dan merintih seperti yang dilakukan oleh sebagian orang.

Ujian tetap akan menimpa kita, baik kita mau atau tidak mau, baik kita suka atau tidak suka, baik kita berjaga-jaga atau lalai, baik kita beribadah atau tidak, baik kita mukmin atau kafir, baik mukmin yang bertakwa atau mukmin yang ‘asi. Dalam hal itu ALLAH berfirman dalam Surah Al Baqarah ayat 155 yang diterangkan sebelum ini yang bermaksud:

“Sesungguhnya akan kami beri cobaan kepada kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan dan kekurangan harta serta pengikut dan berikan kabar gembira ini kepada orang-orang sabar (yang mukmin). “

Dan Rasulullah pun bersabda sebagai berikut:

Maksudnya: Dunia ini adalah negara bala’ dan ujian.

Kalaulah demikian sabda Rasulullah, maka tidak ada siapa pun yang dapat mengelakkan diri dari ujian. Bukankah lebih baik menjadi orang mukmin yang diuji daripada orang kafir yang diuji. Dan bukankah lebih baik menjadi orang mukmin bertakwa yang diuji ALLAH daripada menjadi orang mukmin ‘asi yang juga diuji oleh ALLAH. Orang yang bertakwa bila menerima ujian senantiasa sabar dan penuh keredhaan. Orang-orang mukmin bertakwa yang diuji dengan berbagai ujian bermakna dia mendapat penghapusan dosa di dunia dan mendapat pangkat atau derajat di syurga kelak. Tetapi bagi orang-orang kafir atau orang mukmin durhaka, ujian merupakan laknat ALLAH di dunia, dan di akhirat merupakan neraka yang amat dahsyat.

PENUTUP
TELAH panjang lebar kita menguraikan pengertian ibadah kepada ALLAH dan kita mendapatkan bukan saja syariat menuntut kita beribadah kepada ALLAH malah naluri dan akal kita pun menuntut demikian. Tanda ibadah merupakan tanda kesucian dan tanda kemurnian. Umumnya orang baik-baik berkaitan erat dengan orang ibadah tetapi tidak semestinya begitu. Jadi kalau kita mengatakan kepada seseorang bahwa saudara nampak seperti orang ibadah, hatinya tentu begitu gembira. Kalau kita mengatakan kepada seorang itu, saudara benar-benar hamba ALLAH, hati dan naluri saudara tentu sangat menyetujuinya. Dia setuju saja walaupun hakikatnya dia bukan hamba ALLAH karena hamba ALLAH ialah orang yang patuh kepada ALLAH. Manusia setuju dengan apa yang telah disetujui oleh ALLAH karena ruh manusia sewaktu di alam ruh, sebelum lahir ke dunia telah kenal ALLAH sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

Maksudnya: “Bukankah Aku ini Tuhan kamu? Ya, kami bersaksi bahwasanya Kamu Tuhan kami.”
( Al A’raf: 172)

Sebaliknya kalau seseorang itu kita katakan dia itu hamba dunia atau hamba perempuan, hamba isteri, hamba orang, hamba hawa nafsu dan sebagainya, dia pasti berang dan marah. Hatinya langsung tersinggung dengan kata-kata itu sekalipun sikapnya benar-benar menunjukkan dia itu bersifat demikian. Mengapa dia marah? Karena dia itu dijadikan bukan menjadi hamba perkara-perkara yang disebutkan itu. Hatinya tidak setuju dengan yang tidak disetujui oleh ALLAH. Itulah buktinya manusia itu patut beribadah kepada ALLAH Taala sesuai dengan naluri dan hati nuraninya.

Cuma yang aneh bagi kita ialah bila manusia tidak suka dengan gelar seperti itu, mangapa hal itu yang dia lakukan. Usaha-usaha, sikap-sikap dan tindak-tanduknya sesuai dengan gelar yang diberikan pada dirinya. Misalnya kalau dia diberi gelar hamba arak tentu dia marah tetapi sebenarnya memang dia hamba arak. Dan begitulah dalam hal-hal yang lain.

Sebaliknya manusia itu suka kalau ia diberi gelar sesuatu dan hatinya pun memberi persetujuan. Misalnya, seorang itu sangat senang kalau dia diberi gelar seorang hamba ALLAH, karena hamba ALLAH berarti ia taat beribadah kepada ALLAH. Tetapi sayangnya, bila dia suka dengan gelar tersebut, usaha-usahanya, tindakan serta sikapnya sama sekali tidak sesuai dengan gelar yang disukainya itu malah sikapnya bertentangan sama sekali.

Kenapa dan mengapa hal itu terjadi, semata-mata karena dorongan nafsu dan syaitan supaya manusia itu lebih terpaut dengan dunia atau hal-hal keduniaan daripada memikirkan soal-soal ibadah dan soal-soal akhirat. Karena itu ALLAH berfirman:

Maksudnya: Janganlah hidup di dunia ini menipu daya kamu.”
(Luqman: 33)

Malangnya manusia lupa dengan peringatan ALLAH itu, sebab itulah begitu banyak manusia yang ditipu oleh dunia hingga lupa beribadah kepada ALLAH. Dia mengejar dunia sekuat-kuatnya dan begitu cinta kepada dunia. Sayangnya dunia tidak diperoleh, akhirat juga lepas. Dunia tetap juga dikuasai oleh orang kafir.

Dalam konteks yang berkaitan dengan dunia, ALLAH memberi satu lagi peringatan dalam Surah Anfal ayat 28:

Maksudnya: “Bahwasanya, harta dan anak-anak kamu itu menjadi fitnah kepada kamu. “

Itulah satu lagi peringatan ALLAH yang diabaikan oleh manusia. Berapa banyak manusia hari ini yang mengejar harta siang dan malam dan berapa banyak yang mengikuti kehendak anak-anak mereka dan tidak berani membantah hingga anak mereka sendiri membawa fitnah besar dalam hidup mereka. Bukankah itu kecelakaan yang menimpa karena mereka tidak mau beribadah kepada ALLAH.

Maka ALLAH berfirman lagi

Maksudnya: ‘Sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anak-anak kamu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka.”
(At Taghabun : 14)

Keadaannya sama. Yaitu begitu banyak manusia yang mengikuti kehendak isteri. Tidak berani memberi teguran kepada isteri. Isteri lebih berkuasa dari suami. Karena itu isteri-isteri mereka menjadi fitnah kepada mereka.

Dan lagi dalam Surah Al Furqan ayat 43:

Maksudnya: “Apakah engkau tidak melihat orang yang rnenjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan.”
(Al Furqan : 43)

Di situ ALLAH menunjukkan bahwa ada manusia yang membuat hawa nafsu sebagai tuntutan hidup sehingga dia meninggalkan amal ibadahnya.


Arti Ibadah Menurut Islam (bagian 4).

07 IBADAH PEMBENTUK TAMADUN (PERADABAN) ISLAM
DARI pengertian kita mengenai ibadah yang mesti menempuh lima syarat penting yaitu niat, pelaksanaan, natijah, sah atau halalnya amalan serta tidak melalaikan amalan asas, apa yang dapat kita rumuskan?

Setelah setiap amalan yang meliputi lima syarat itu berjalan dengan baik dan dapat dianggap sebagai ibadah yang akan ALLAH beri ganjaran syurga di akhirat kelak, maka segala susunan hidup akan berjalan dengan baik dan teratur mengikuti landasan yang menuju kepada satu tujuan. Masing-masing berlomba-lomba mencapai tujuan itu dan kita jumpai masing-masing landasan tidak pernah merintangi landasan orang lain. Tidakkah itu merupakan satu tamadun Islam yang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang semestinya dapat dianggap lebih maju dari yang dikatakan kemajuan zaman modern. Dalam keindahan nilai hidup itu, akan kita dapatkan satu masyarakat yang benar-benar berdikari tanpa menyandarkan nasib kepada manusia lain yang sering berpandangan negatif terhadap Islam.

Dalam tamadun Islam itulah akan lahir satu bentuk kebudayaan yang tersendiri, kebudayaan yang penuh disiplin serta bersatu. Masing-masing mempunyai satu rasa tanggung jawab, penuh kasih sayang yang diikat kukuh dengan pertalian iman dan Islam. Itulah yang menjadi pendorong dan landasan pembentukan tamadun Islam. Tidak dengan dipaksa atau dimasukkan ke telinga dan jiwa masing-masing dengan kata-kata bersemangat dan sebagainya. Apakah yang menjadi pegangan masyarakat yang telah terbentuk itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah Al Quran dan As Sunnah yang menjadi undang-undang utama bagi mereka untuk merujuk segala persoalan.

Dengan berpegang kepada 2 perundangan yang disampaikan oleh ALLAH itu, dengan sendirinya mendorong manusia menegakkan sistem pendidikan dan pelajaran, menegakkan ekonomi, menegakkan negara, menegakkan jihad, menegakkan tentara dan sebagainya.

Dengan itu jelaslah bahwa tamadun dan kebudayaan Islam bukan berdiri di atas landasan tamadun atau kebudayaan orang lain. Setiap aspek ibadah dalam Islam memiliki tamadun tersendiri, bukan saduran dari ciptaan manusia. Tamadun dan kebudayaan Islam adalah ciptaan ALLAH yang cukup lengkap peraturan-peraturan dan disiplin-disiplinnya. Tidak ada satu pasal pun yang tertinggal di dalam undang-undang Al Quran yang mengharuskan manusia membuat penyesuaian dari tahun ke tahun. Tidak perlu persidangan membetulkan undang-undang. Semua bab dan semua pasal telah lengkap serta dapat bertahan sampai dunia kiamat.

Apa yang coba dilahirkan oleh umat Islam hari ini dengan bermati-matian dan bersusah payah di dalam seminar-seminar dan persidangan baik di dalam maupun luar negeri hanyalah tamadun umat Islam semata-mata yang berlainan dengan Tamadun Islam. Tamadun Islam memang sudah diciptakan di zaman Rasulullah SAW tetapi ditolak oleh umat Islam kini sehingga mereka mencoba melahirkan tamadun umat Islam. Mungkin mereka membangun tamadun umat Islam berlandaskan faham-faham kapitalisme, sosialisme, komunisme, nasionalisme dan berbagai-bagai ‘isme’ lainnya. Semua itu tidak dianggap ibadah.

Hasilnya jauh menyimpang dari tamadun Islam. Tamadun umat Islam merupakan hasil usaha akal dan hawa nafsu yang didorong oleh semangat, jiwa atau ruh orang lain yang kita pinjam, sementara itu jiwa dan ruh kita sendiri telah dirusak oleh mereka. Dengan perbuatan itu, umat Islam hanya mengembangkan dan memajukan tamadun dan kebudayaan orang lain.

Perlukah kita berbangga dengan kemajuan yang dicapai melalui proses yang bukan merupakan hasil ibadah? Dapatkah kita bangga dengan tamadun yang diciptakan oleh mereka yang tidak lagi berjiwa Islam? Kalau kita turut berbangga, artinya kita tidak kenal apa itu tamadun Islam dan apa itu kebudayaan Islam.

Kemajuan dan peradaban Islam itu adalah suatu yang suci dan murni, yang akan memberi keselamatan dan kesejahteraan kepada umat, karena dibangun oleh orang yang berjiwa suci, yang hatinya memiliki pertalian dengan ALLAH dan alam akhirat. Oleh karena itu, kita tidak mau menerima suatu kemajuan lama, yang kerap dibanggakan di dalam pertunjukan besar-besaran, pameran bertaraf dunia dan sebagainya. Kita banyak sekali keliru dengan pameran-pameran yang menunjukkan kemajuan barang-barang ukiran umat Islam, pakaian-pakaian sutera lelaki, bejana-bejana emas, perak, ukiran patung-patung atau peninggalan umat zaman silam seperti arsitektur masjid atau istana dan tiang-tiangnya, mihrabnya, kubahnya berlapis emas. Itu bukan kemajuan Islam atau peradaban Islam malah terdapat benda-benda yang haram di sisi Islam. Islam tidak mendorong membuat benda-benda seperti patung, ukiran patung dan lain-lain. Bahkan Islam melarang semua itu.

Selama ini kita telah dibuat keliru oleh sebagian umat Islam yang fikirannya telah diselewengkan oleh musuh-musuh Islam yang mengatakan bahwa setiap usaha atau kemajuan yang dicapai oleh umat Islam adalah tamadun dan peradaban Islam, walaupun bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Karena itu ada segolongan manusia yang menepuk dada, bangga dengan usaha-usaha mereka dalam menegakkan pendidikan, ekonomi atau politik dan berkata bahwa mereka telah berbakti kepada umat Islam karena bakti atau ibadah itu bukan sekedar shalat atau urusan mesjid saja. Benar, semua itu adalah ibadah. Tetapi salahnya, semua itu dilaksanakan tidak mengikut syariat Islam dan tidak berpegang kepada lima syarat ibadah itu.

Karena itu apakah hasil dari usaha yang mereka katakan ibadah itu dapat mewujudkan satu sistem dan peraturan hidup seperti yang diterangkan sebelumnya? Sayang sekali, yang terjadi pada saat ini merupakan penghinaan yang ALLAH timpakan kepada manusia disebabkan kesalahan umat Islam. Bagi mereka hasil dan sistem kemajuan tamadun itu tidak menjadi persoalan utama karena itu adalah masalah mereka yang datang kemudian.

08 IBADAH PEMBENTUK KEBUDAYAAN ISLAM
SEBAGAIMANA yang telah kita uraikan dalam Bab Ketujuh, bahwa karena manusia mengerjakan amalannya menurut syarat-syarat ibadah serta berlandaskan kepada Al Quran dan As Sunnah, maka lahirlah satu generasi tamadun Islam. Islam yang bertamadun itu tentunya mempunyai kebudayaan tersendiri. Maka di dalam bab ini marilah kita tinjau sedikit tentang apa yang dikatakan kebudayaan Islam dan bagaimana syariat mendorong pembentukan kebudayaan Islam.

Apakah Islam itu suatu kebudayaan? Begitu banyak sekali pakar kebudayaan sekarang ini menyuarakan pendapat itu. Mereka dengan lantang mengatakan bahwa Islam itu adalah kebudayaan karena merupakan satu cara hidup atau way of life. Apakah pendapat mereka benar? Marilah kita perhatikan takrif kebudayaan.

Kebudayaan itu adalah suatu hasil usaha tenaga fikiran dan tenaga lahir manusia. Kalau demikianlah takrif kebudayaan maka nyatalah bahwa syariat Islam itu bukan kebudayaan karena Islam itu bukan wujud dari hasil fikiran manusia atau bukan hasil usaha lahir manusia. Al Quran yang merupakan sumber syariat Islam bukan hasil ciptaan manusia. Islam adalah wahyu dari ALLAH SWT. Dengan itu jelaslah bahwa barang siapa mengatakan yang syariat Islam itu suatu kebudayaan, maka ia telah melakukan suatu kesalahan yang besar.

Namun demikian kita mengakui bahwa syariat Islam mendorong umat Islam berkebudayaan. Hal itu akan berhasil sekiranya segala perintah dalam Islam diamalkan mengikuti syariat dan syarat-syaratnya. Di bawah ini kita kemukakan beberapa contoh bagaimana umat Islam dengan sendirinya terdorong membentuk satu kebudayaan Islam hasil dari usaha mereka mengikuti perintah ALLAH. Firman ALLAH b‡rbunyi:

Artinya: “Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan keadaan angkuh.”
(Al Isra’: 37)

Ayat itu jelas membentuk suatu pribadi Islam yang akan menjadi satu bentuk kebudayaan di mana seluruh umat Islam tidak akan mempunyai sifat angkuh. Sebaliknya akan mempunyai sikap tawadhuk dan merendahkan diri.

Al Quran menyuruh kita memberi salam seperti dalam ayat:

Maksudnya: “Apabila kamu diberi ucapan salam, maka hendaklah kamu mengucapkan dengan sebaik-baiknya atau kembalikan dengan yang sama. “
(An Nisa’: 86)

Itulah kebudayaan Islam, yaitu suatu amalan umat Islam memberi salam ketika bertemu sesamanya. Umat Islam mempunyai satu ucapan yang murni dalam memberi salam bukan kebudayaan yang disadur seperti ‘selamat pagi’ atau ‘Hello’ dan sebagainya.

Syariat Islam menetapkan suatu bentuk pakaian wanita Islam. Syariat menyuruh wanita Islam menutup aurat seperti perintah ALLAH :

Maksudnya: Wahai Nabi, katakanlah olehmu kepada isteri-isterimu dan anak- anak perempuanmu dan perempuan-perempuan mukmin agar mereka melabuhkan jilbab mereka karena yang demikian itu hampir dikenal sebagai wanifa yang beriman, maka tidak akan diganggu dan adalah ALLAH itu Maha Pengampun dan Maha Pengasih.
(Al Ahzab : 59)

Itulah satu lagi kebudayaan Islam yang menentukan cara berpakaian wanita Islam. Berpakaian menutup aurat adalah wajib dan bukan diciptakan oleh pikiran manusia atau suatu bentuk mode seperti yang dikatakan orang banyak. Ada yang mengatakan pakaian wanita sebenarnya adalah pakaian adat yang ada pada mereka. Sungguh lantang mereka menentang perintah ALLAH!

Seterusnya ALLAH berfirman :

Maksudnya: “Bahwasanya yang mengimarahkan masjid ALLAH Taala ialah orang yang beriman dengan ALLAH dan hari akhirat, yang mendirikan shalat dan yang membayar zakat, dia tidak takut melainkan kepada ALLAH. Mudah-mudahan mereka itu termasuk orang yang mendapat petunjuk”-
(At Taubah: 18)

Dalam ayat di atas disebut perkataan Ya’muru yang maksudnya ialah ‘orang yang membangun mesjid’ dan ‘yang meramaikan mesjid’ untuk beribadah kepada ALLAH. Umat Islam yang mengikuti perintah ayat itu dan sesuai dengan syarat-syarat yang digariskan oleh syariat, maka itulah kebudayaan Islam. Mesjid itu adalah kebudayaan Islam.

Al Quran mengatakan supaya umat Islam berjalan mengembara seperti dalam ayat berikut:

Maksudnya: ‘Berjalanlah kamu di atas muka bumi”
(Al An’am: 11)

Jika sekiranya umat Islam mengikuti perintah itu dan mengembara di bumi Tuhan untuk mencari pengalaman yang baik mengikuti lima syarat ibadah, maka itu dapat dianggap sebagai kebudayaan Islam. Mengembara mencari pengalaman yang baik dan dapat memberi manfaat kepada seluruh umat Islam adalah satu kebudayaan Islam.

Umat Islam digalakkan untuk menuntut ilmu dan itu jelas sebagaimana firman ALLAH berikut ini:

Maksudnya: “ALLAH mengangkat orang yang beriman dari kamu dan mereka yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat.”
(Al Mujadilah: 11)

Hal itu merupakan satu lagi bentuk kebudayaan Islam. Syariat menuntut supaya umat Islam belajar mencari ilmu, karena itu umat Islam dituntut untuk mendirikan tempat-tempat mencari ilmu (sekolah/universitas).

Mengenai hidup bermasyarakat, dalam Al Quran ada sepotong ayat yang berbunyi:

Maksudnya: "Bertolong bantulah kamu di dalam berbuat kebajikan dan ketakwaan dan janganlah kamu bertolong bantu di dalam dosa dan permusuhan. “
(Al Maidah: 2)

Jelas sekali umat Islam diajak hidup bergotong royong dan saling bantu membantu dalam semua aspek kehidupan seperti mendirikan masjid, sekolah-sekolah, rumah sakit Islam, mendirikan rumah anak-anak yatim dan sebagainya. Itulah kebudayaan Islam. Dan dalam hal itu umat Islam dilarang bekerja sama dalam dosa dan bermusuh -musuhan.Demikianlah beberapa petikan yang dapat mendorong umat Islam melahirkan suatu kebudayaan yang tersendiri. Kebudayaan itu menjadi suatu ibadah untuk umat Islam yang membangunnya. Mereka akan diberi ganjaran syurga di akhirat kelak. Di samping menjadi ibadah, juga merupakan kemajuan yang dapat memberi menafaat kepada seluruh manusia di dunia.

Arti Ibadah Menurut Islam (bagian 3).

05 BAGIMANA AMALAN DAPAT MENJADI IBADAH
SEBAGAIMANA yang telah kita katakan pada awal buku ini bahwa amal ibadah bukanlah bermakna shalat, puasa, zakat fitrah dan menunaikan haji saja, bahkan setiap amalan kita seperti yang diterangkan dalam Bab tiga dapat menjadi ibadah, baik yang asas, cabang atau yang umum. Ketiga bagian itu baik yang wajib, sunat dan mubah hanya akan menjadi ibadah kepada ALLAH jika pelaksanaannya menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syariat Islam.

Apabila amalan kita menjadi ibadah dan mengikuti syariat Islam, maka barulah diberi pahala. Sekiranya amalan-amalan kita tidak mengikuti syarat-syarat syariat Islam, maka akan menjadi perbuatan yang sia-sia saja menurut pandangan ALLAH. Amalan itu tidak diberi pahala bahkan adakalanya mendatangkan dosa pula.

Setiap usaha dan perbuatan kita, agar menjadi ibadah kepada ALLAH perlu mencukupi lima syarat. Pertama, niat yang betul-betul karena ALLAH. Kedua, Pelaksanaannya mesti betul. Ketiga, perkara yang hendak dibuat itu jelas sah atau halal menurut syariat. Keempat, natijah atau hasil mesti betul. Dan kelima, tidak meninggalkan perkara-perkara yang asas. Seandainya amalan-amalan kita tidak mengikuti kelima syarat itu, maka tidak dapat diakui (diiktiraf) sebagai amalan Islam bahkan dianggap amalan jahiliah. Amalan itu tidak diterima oleh ALLAH Taala.

Bagaimana tindakan kita agar amal kita memenuhi syarat-syarat yang disebutkan itu hingga menjadi ibadah? Misalnya kita melibatkan diri dalam perniagaan dan hasrat kita perniagaan itu menjadi ibadah kepada ALLAH. Pertama kita perlu meneliti niat kita apakah sesuai dengan syarat pertama. Siapkan niat yang betul untuk menunaikan perintah ALLAH serta untuk membantu anggota masyarakat agar mendapat manfaat dari perniagaan kita. Kalau perniagaannya berupa makanan, makanannya mesti memudahkan umat Islam untuk membeli serta memenuhi keperluan hidupnya yang pokok, sedangkan kalau perniagaan kita berbentuk pelayanan masyarakat seperti pengobatan, notaris, penulisan dan bentuk-bentuk layanan profesional lainnya maka niatnya mestilah untuk berkhidmat kepada anggota masyarakat Islam karena ALLAH. Kalau perniagaan kita tidak diwujudkan, umat Islam akan susah karena terpaksa mendapatkan pelayanan dari orang yang bukan Islam. Begitu juga dalam bidang-bidang perniagaan yang lain di mana keberadaan perniagaan itu mesti diniatkan karena ALLAH dan memberi manfaat terutama untuk seluruh anggota masyarakat Islam.

Dengan demikian, kalau perniagaannya tidak membantu masyarakat Islam mendapatkan keperluan asasnya, seperti perniagaan yang membawa kehancuran hidup maka sukarlah mengukuhkan niat yang betul. Kemudian kita fikirkan tentang pelaksanaan perniagaan, yaitu cara kita menjalankan perniagaan. Tentunya hal itu melibatkan kejujuran, amanah dan bersih dari amalan-amalan yang bertentangan dengan syariat Islam dan sebagainya. Dan yang ketiga, kita perhatikan apakah dalam urusan perniagaan itu terhindar dari hal-hal yang tidak halal atau tidak mengikut syariat Islam, seperti perniagaan menjual arak, rokok dan sebagainya. Keempat, kita tinjau natijah (hasil) perniagaan itu di mana ka!au kita mendapat keuntungan, kita tidak mengabaikan zakatnya dan soal-soal pengorbanan serta turut membantu perjuangan menegakkan agama ALLAH serta membantu kaum yang miskin dan lemah. Yang kelima, kita perlu memikirkan soal-soal asas, yaitu dalam kesibukan kita menjalankan perniagaan kita tidak boleh melalaikan shalat, puasa dan sebagainya. Karena kesibukan itu tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan yang wajib.

Pertimbangan yang sama boleh kita berikan untuk perbuatan lain misalnya dalam perbuatan mencari ilmu dan belajar. Apakah niat kita mencari ilmu itu karena menunaikan perintah ALLAH atau untuk mendapatkan jabatan dan pangkat yang tinggi supaya kita disanjung dan dimuliakan? Apakah pelaksanaan menuntut ilmu itu betul, di mana dalam proses mencari ilmu itu tidak terdapat pergaulan bebas antara lelaki perempuan yang bukan muhrim dan untuk perempuan apakah terjadi tidak menutup aurat? Kemudian, apakah ilmu yang kita pelajari itu sesuai dengan syariat Islam dan halal misalnya belajar ilmu Hukum Islam, Kedokteran, Perundangan Islam, Ilmu alam, ilmu hitung dan sebagainya? Yang mesti kita ingat, ilmu yang bertentangan dengan syariat contohnya adalah belajar ilmu mencuri, sihir (black magic), tari menari, bermain musik dan sebagainya. Bila ilmu telah diperoleh, maka hendaklah dijadikan alat untuk berbakti kepada ALLAH. Dan yang terakhir, dalam proses kita menuntut ilmu itu pula kita tidak boleh meninggalkan perkara yang asas seperti shalat, puasa dan sebagainya.

Bagaimana pula dengan seorang yang berjuang menegakkan agama ALLAH? Pada lahirnya sudah tentulah merupakan satu ibadah. Tetapi sekiranya tidak memenuhi syarat yang diterangkan itu amalannya akan menjadi sia-sia dan berdosa. Coba kita perhatikan.

Pertama, niatnya mestilah benar-benar untuk berjuang membela nasib bangsa dan tanah air serta benar-benar menegakkan agama karena ALLAH. Perlu diingat, membela nasib bangsa dan membebaskan tanah air dari penjajahan ataupun mempertahankan negara dari kekuasaan orang kafir adalah satu perintah ALLAH. Tetapi bila kita mempunyai niat yang tersendiri, yang merupakan kepentingan pribadi, maka perjuangannya menjadi tidak bermakna.

Kedua, ketika kita melaksanakan perjuangan itu, kita tidak melakukan kezaliman, menindas serta memfitnah orang lain.

Ketiga, apa yang kita perjuangkan itu jelas sah atau halalnya seperti berjuang melepaskan bangsa Islam yang dizalimi dan ditindas.

Keempat, natijah(hasil) perjuangan kita hendaklah betul yaitu setelah berjaya membebaskan bangsa dan negara dari penaklukan musuh atau setelah perjuangan kita berjaya, hendaklah menggunakan kejayaan itu untuk lebih meninggikan syiar lslam dan lebih mengukuhkan syariat Islam.

Dan yang kelima, dalam berjuang itu, perkara-perkara yang wajib tidak kita tinggalkan seperti shalat dan puasa.

Kadang-kadang dalam mencari rezeki kita mesti benar-benar faham apakah sesuai dengan lima syarat ibadah. Kita dapat tergelincir dalam usaha mencari rezeki hingga pegangan kita kadang-kadang menjadi salah. Bagaimana niat mencari rezeki yang benar? Yaitu mencari rezeki untuk menanggung dan membiayai hidup keluarga yang merupakan tuntutan wajib dari ALLAH. Terkadang ada di antara kita yang berniat untuk mencari kekayaan dan kemewahan hidup agar dipandang mulia dan dihormati masyarakat karena baginya kekayaan itu adalah kemegahan padanya.

Pelaksanaan dalam mencari rezeki perlu sekali dipertimbangkan karena banyak di kalangan kita yang salah hingga usaha-usaha yang bertentangan dengan syariat dianggap sebagai sumber rezeki. Mencuri, menjual kehormatan dan perbuatan sejenisnya kadang-kadang dianggap sebagai sumber rezeki yang benar, padahal sebenarnya bertentangan dengan syariat. Kadang-kadang dalam pelaksanaan mencari rezeki kita bergaul antara lelaki perempuan yang bukan muhrim. Itu juga salah.
Sah atau halalnya usaha-usaha kita dalam mencari rezeki dapat ditinjau dari jenis kerja yang kita lakukan misalnya bercocok tanam, menangkap ikan, berternak, bekerja di pabrik-pabrik yang hasilnya tidak bertentangan dengan syariat seperti pabrik roti, susu dan sebagainya dan bukannya pabrik-pabrik yang menghasilkan arak. Sumber keuangan tempat bekerja itu juga tidak bergantung sepenuhnya dengan hasil riba dan sebagainya.

Keempat natijah (hasil) mencari rezeki itu pun hendaklah dengan tujuan memberi makan, pakaian dan perlindungan kepada keluarga dan diri sendiri, bukannya untuk berjudi, bersenang-senang dengan berbagai bentuk hiburan atau meminum arak dan lain-lain yang sejenis.

Akhirnya, sewaktu mencari rezeki, jangan kita melalaikan perkara yang asas seperti shalat dan puasa atau lalai dalam mencari ilmu fardhu ain.

Coba kita perhatikan satu lagi contoh yang mudah, yaitu suatu pekerjaan yang mubah tetapi caranya salah hingga tidak lagi menjadi satu ibadah, yaitu bermusyawarah atau syura. Sebenarnya musyawarah memang menjadi tuntutan dalam Islam sebagaimana yang diterangkan oleh ALLAH.

Artinya: “Dalam urusan mereka (yaitu umat Islam) maka bermusyawarahlah sesama mereka.
(As Syura: 38)

Agar amalan bermusyawarah atau syura itu menjadi ibadah, mestilah memenuhi syarat ibadah. Untuk itu niat mengadakan musyawarah itu mesti betul yaitu untuk menjalankan perintah ALLAH. Kedua, melaksanakan musyawarah itu dengan betul misalnya tidak ada kaum perempuan yang membuka aurat di dalam perundingan. Ketiga, agenda perbincangan nyata halal atau sahnya di sisi syariat seperti membicarakan masalah nahyun anil mungkar atau tentang keselamatan umat dan negara, dan bukannya membicarakan bagaimana hendak membangun pabrik arak, tempat-tempat perjudian atau masalah bagaimana pelacuran boleh dihalalkan atau membahas untuk mengadakan majelis tari menari dan majelis hiburan dan seterusnya. Natijah musyawarah itu mesti betul yaitu setelah keputusan diperoleh, akan dilaksanakan dengan baik. Kelima ketika menjalankan musyawarah jangan ada yang lalai menunaikan shalat atau tidak berpuasa.

Demikianlah lima syarat ibadah bagi setiap amal dan perbuatan. Kalau setiap perbuatan kita, diselaraskan dengan syarat-syarat itu maka amal-amal kita dari wajib yang paling besar hingga mubah yang paling kecil, akan menjadi ibadah kepada ALLAH dan kita akan diberi ganjaran pahala dari-Nya.

06 LIMA SYARAT IBADAH

1. Niat

SEJAUH manakah kita telah mengamalkan niat dalam tiap perbuatan atau amalan kita. Oleh karena itu di dalam ajaran Islam, niat memainkan peranan yang penting untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal adat dan antara niat karena ALLAH dengan niat karena yang lain-lain. Agar perbuatan kita itu menjadi ibadah maka niat hendaklah betul. Artinya setiap perbuatan atau amalan kita sehari-hari mesti dimulai dengan niat. Sabda Rasulullah SAW :

Artinya: “Bahwasanya amalan-amalan itu adalah sah dengan niat dan adalah setiap seorang itu apa yang dia niatkan.

Dan sabdanya lagi:

Artinya: “Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalanya. “

2. Pelaksanaan

Setiap amalan kita adalah satu peraturan. Sedangkan hidup kita dalam satu hari merupakan satu peraturan. Dan pelaksanaan di dalam satu hal atau satu perkara juga merupakan satu peraturan (nizam). Karena itulah pelaksanaan menentukan apakah satu amalan itu menjadi ibadah atau tidak. Dan karena itu juga kita harus mendalami pengertian mengenai pelaksanaan agar benar-benar di atas landasan syariat. Dalam hal ini ALLAH tidak akan membiarkan seseorang itu tanpa panduan jika benar-benar mempunyai hasrat mengikut syariat.

Untuk memelihara keselamatan manusia di dalam pergaulan agar senantiasa melaksanakan sesuatu menurut landasan yang ditetapkan, ALLAH berfirman:

Artinya: “Dan jika mereka berjuang pada jalan Kami (ikut peraturan Kami) sesungguhnya Kami akan tunjukkan jalan Kami (jalan keselamatan) bahwasanya ALLAH beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(Al Ankabut:: 69)

Dalam hal ini ulama juga berkata:

Artinya: “Yang hak kalau tidak ada peraturan akan dikalahkan oleh yang batil yang ada peraturan.”

3. Perkara (subyek)

Adapun perkara atau subyek yang menjadi tumpuan untuk dilaksanakan itu mestilah mendapat keredhaan ALLAH. Subyek yang paling utama mestilah suci agar benar-benar menjadi ibadah kepada ALLAH. Hal itu menjadi lebih penting dan utama bila pelaksanaan itu melibatkan soal makanan dan minuman seperti dalam mencari rezeki untuk dijadikan makanan keluarga atau dalam perniagaan makanan yang hasilnya menjadi makanan semua umat Islam. Dalam hal ini Rasulullah SAW memberikan keterangan dalam haditsnya yang berbunyi:

Artinya “Tiap-tiap daging yang tumbuh dari benda yang haram, maka neraka adalah yang lebih sesuai dengannya.”
(Riwayat At tarmizi)

Dan dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda yang maksudnya:

“Hati dibina oleh makanan dan minuman.”

Jadi nyata sekali bahwa Rasulullah SAW begitu mengutamakan perihal makanan karena kalau yang dimakan atau diminum itu kotor mengikut syariat islam, hati orang akan dibentuk sebegitu rupa hingga menjadi keras kepala dan sukar menerima kebenaran. Terkadang orang tersebut langsung menolak kebenaran dan menentangnya pula.

4. Natijah (Hasil)

Natijah merupakan hasil usaha seseorang. Hasil itu mesti baik karena merupakan pemberian ALLAH ataupun nikmat-Nya kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH. Bagaimanakah seseorang itu menunjukkan tanda bersyukur kepada ALLAH? Di antaranya dengan berzakat, melakukan korban, serta membuat amal bakti seperti bersedekah dan sebagainya. Dan kepada mereka itu ALLAH berfirman sebagai berikut:

Artinya: “Jika kamu bersyukur niscaya akan Aku tambah lagi nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu kufur sesungguhnya siksaan-Ku sangat dahsyat.”

Dengan itu, natijah setiap amalan agar menjadi ibadah ialah dengan membelanjakan keuntungan yang diperoleh atau hasil usaha setiap pelaksanaan untuk jalan ALLAH. Seperti dibelanjakan untuk membantu kaum miskin atau anak-anak yatim. Jika berupa ilmu yang dicari maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan yang diredhai ALLAH, begitu pula dengan natijah-natijah yang lain. Mestilah digunakan untuk perkara-perkara yang benar-benar sah dan halal.

5. Asas DALAM IBADAH

Kita telah menyentuh ibadah yang asas dalam bab-bab yang lalu. Dua perkara utama yang menjadi ibadah asas ialah rukun iman yang terdiri dari enam rukun dan rukun Islam yang terdiri dari lima rukun. Kedua hal itulah yang merupakan tapak untuk menegakkan segala amalan yang lain. Bila tidak ada kedua hal tersebut sama halnya seperti mendirikan rumah di atas air. Di dalam syariat Islam telah dijelaskan sebagai berikut:

Artinya: Yang awal di dalam agama ialah mengenal ALLAH Taala.

Begitu juga dengan lima perkara rukun Islam. Hal tersebut menjadi perkara asas yang perlu diketahui oleh setiap orang Islam dan melaksanakan amalan yang tergolong di dalamnya merupakan amalan asas. Amalan-amalan yang lain hanyalah merupakan batu-bata pelengkap suatu bangunan. Pokok segala amalan bermula dari rukun Islam. Di antara lima perkara dalam rukun Islam itu, adalah shalat. Rasulullah sangat menekankan begitu pentingnya amalan shalat dalam sabdanya:

Artinya: Shalat itu adalah tiang agama. Barang siapa telah mendirikannya maka dia telah mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia telah meruntuhkan agama.

Bersabda Rasulullah :

Artinya: Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja nyatalah ia telah kafir.

Jadi sangat jelas bahwa setiap amalan berasas kepada dua perkara ini yang merupakan amalan yang paling wajib. Artinya tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Jika tidak ada rukun Iman dan rukun Islam, maka seluruh amalan lain, tidak ada artinya lagi. Jika kita ibaratkan amalan kita itu seperti sebatang pohon, rukun Iman adalah akar tunjangnya sedangkan rukun Islam adalah batang utamanya. Bila keduanya rusak, maka seluruh ranting-ranting, daun, bunga dan buah tidak ada artinya lagi.

Dalam keadaan demikian, kita perlu mengambil perhatian yang berat dalam soal mencari ilmu pengetahuan di bidang rukun Iman dan rukun Islam. Gabungan kedua rukun itu dapat diibaratkan sebagai raja di dalam sebuah negara, di mana seluruh rakyat mesti taat setia kepada raja. Berarti amalan yang utama ialah taat setia kepada raja sedangkan jika amalan itu tidak dilaksanakan, raja akan murka. Sekalipun rakyat itu mempunyai pribadi baik dan senantiasa beramal bakti sesama rakyat lain, namun jika ia ingkar dan tidak taat setia kepada raja, pasti raja tidak dapat mengiktiraf (mengakui) amal-amalnya yang lain. Dia tetap dianggap sebagai pendurhaka.

Arti Ibadah Menurut Islam (bagian 2).

03 ASPEK-ASPEK IBADAH
Di zaman sekarang ini memang banyak kita dapatkan orang salah tafsir tentang pengertian ibadah yang sebenarnya. Kalangan mereka berpendapat bahwa ibadah itu menghendaki manusia shalat, berpuasa, menunaikan haji, berdoa dan berzikir semata-mata. Apakah hanya itu ruang lingkup pengertian ibadah? Akan terbatas segala syariat Islam sekiranya hanya itu yang meliputi bidang ibadah.

Sebenarnya ibadah mencakup setiap aspek kehidupan manusia sebagaimana yang disyariatkan dalam Islam. Itulah yang kita amalkan dalam hidup kita sehari-hari asalkan tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. ALLAH menginginkan segala yang kita lakukan dalam hidup menjadi ibadah, yaitu cara kita berpakaian, cara kita mengatur rumah tangga, bentuk perjuangan kita, pergaulan kita, percakapan dan perbincangan kita, semuanya menjadi ibadah, sekalipun kita berdiam diri juga dapat berbentuk ibadah. Di samping itu aspek-aspek lain seperti pendidikan dan pelajaran, perekonomian dan cara-cara menjalankan ekonomi, soal-soal kenegaraan dan perhubungan antar bangsa pun, semua itu perlu menjadi ibadah kita kepada ALLAH. Itulah yang dikatakan ibadah dalam seluruh kehidupan kita baik yang lahir maupun yang batin.

Corak-Corak Ibadah

Untuk uraian lebih lanjut mengenai ibadah agar dapat kita fahami lebih luas dan sesuai dengan tuntutan syariat Islam, maka di sini diuraikan tiga peringkat ibadah yang mencakup aspek kehidupan kita.
  1. Ibadah asas
  2. Ibadah cabang-cabang
  3. Ibadah yang lebih umum

Ibadah asas

Ibadah yang asas merangkum soal-soal akidah dan keyakinan kita kepada ALLAH, para malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari pembalasan, ketentuan dan ketetapan ALLAH baik ataupun buruk. Itulah yang kita sebut rukun iman. Termasuk dalam uraian ibadah yang asas itu ialah rukun Islam yaitu syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah dan rukun haji (bagi mereka yang mampu). Kedua bentuk ibadah yang asas itu yaitu rukun iman dan rukun Islam adalah wajib ain atau fardhu ain bagi setiap muallaf. Berarti sebelum kita dapat melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, kedua perkara itu perlu ada pada diri kita dan telah dapat kita tanamkan dalam jiwa kita.

Ibadah Cabang

Adapun ibadah yang menjadi cabang-cabang dari ibadah asas tadi yaitu yang bertalian erat dengan asas meliputi perkara mentajhizkan (menyelenggarakan) jenazah, menegakkan jihad, membangun gelanggang pendidikan dan pelajaran atau mewujudkan perancangan ekonomi Islam seperti mewujudkan perusahaan-perusahaan asas yang melayani keperluan umat Islam. Termasuklah di dalamnya perusahaan yang dapat menghasilkan makanan wajib seperti gula, tepung, garam, kecap dan perusahaan minuman seperti susu, kopi, teh dan bentuk-bentuk minuman ringan lainnya. Selain dari itu di dalam bidang tersebut, termasuk juga penggalakan usaha-usaha pertanian yang akan menghasilkan beberapa makanan asas bagi umat Islam seperti beras, gandum, ubi dsb. serta perikanan yang dapat menghasilkan ikan basah atau ikan kering. Kalau kita tilik dari satu sudut, pasti kita akan merasakan bahwa hal itu merupakan persoalan asas dalam perjuangan kita menegakkan ibadah kepada ALLAH. Tentulah kita tidak mau darah daging kita berasal dari zat yang bertentangan dengan syariat ALLAH, yang pasti bisa merusak ibadah asas kita.

Dalam menegakkan bentuk pendidikan dan pelajaran, kita semestinya menitikberatkan hasil mutlak dari acuan pendidikan kita pada jiwa anak-anak yang dibina mulai dari peringkat taman kanak-kanak, sekolah menengah sampai universitas. Sehingga lulusannya nanti dapat menyambung perjuangan menegakkan syariat ALLAH. Selain dari itu ibadah yang tergolong dalam cabang-cabang itu ialah membangun klinik dan rumah sakit Islam, soal-soal politik serta pembentukan dan penyusunan sistem organisasi dalam negara Islam.

Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini kita namakan fardhu kifayah. Kita tentu lebih maklum apa sebenarnya fardhu kifayah itu yaitu fardhu yang menitikberatkan pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara sesama Islam.

Hal itu sangat besar artinya untuk seluruh individu Islam karena bila tidak ada satu orang pun yang mengerjakannya maka seluruh masyarakat itu akan menerima beban dosa dari ALLAH. Namun seandainya a†a satu pihak melaksanakan tuntutan fardhu tersebut, maka pihak itu telah melepaskan tanggungan dosa bagi seluruh masyarakat Islam. Karena itulah fardhu kifayah merupakan urat nadi penghubung antara sesama Islam. Cuma masyarakat Islam tidak memahami peranan fardhu kifayah tersebut, karena itu hubungan ukhuwah Islamiah tidak begitu menonjol di zaman sekarang. Seandainya fardhu kifayah itu dapat memberi makna, sudah pasti kita merasa bersyukur sekiranya ada di kalangan kita yang telah melepaskan tanggungan dosa umum dan sudah pasti kita akan memberikan dukungan kepadanya. Karena itu tidak akan ada istilah gagal dalam melaksanakan fardhu kifayah.

Kecil timbangannya tetapi besar maknanya. Itulah yang disebut sunat ain. Tergolong di dalamnya yaitu shalat sunat rawatib, shalat witir, shalat tahajud, shalat dhuha, puasa syawal, puasa Senin dan Kamis, bersedekah dan membaca Al Quran. Pelaksanaan ibadah itu mendatangkan pahala sedangkan jika tidak dilakukan tidak akan mendatangkan dosa. Namun karena ibadah itu memberikan manfaat maka lebih baik jika dikerjakan.

Ibadah Umum

Dan ibadah ketiga yaitu ibadah yang lebih umum yaitu hal-hal yang merupakan pelaksanaan mubah saja tetapi bisa menjadi ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti itu dapat menambah bakti kita kepada ALLAH agar setiap perbuatan dalam hidup kita ini tidak menjadi sia-sia. Tergolong dalam amalan-amalan itu seperti makan, minum, tidur, berjalan-jalan, berwisata dan sebagainya.

04 HABLUMMINALLAH DAN HABLUMMINANNAS
KITA telah mengatakan dan menguraikan tentang tiga tingkat ibadah dalam bab yang lalu. Di dalam Al Quran, ketiga peringkat ibadah yang kita bentangkan itu terbagi dengan lebih terperinci menjadi dua bagian pokok yaitu ibadah manusia yang berhubungan dengan ALLAH (hablumminallah) dan ibadah manusia yang berhubungan dengan manusia (hablumminannas). Dalam konteks ibadah itu ALLAH telah menjelaskannya dalam Al Quran:

Artinya: “Akan ditimpa kehinaan ke atas mereka itu di mana saja mereka berada melainkan yang menghubungkan diri dengan ALLAH dan menghubungkan diri dengan sesama manusia.”
(Al Imran: 112)

Peringkat ibadah yang telah kita uraikan dalam Bab Tiga dapat dimasukkan ke dalam dua bagian itu. Dalam ibadah manusia yang berhubungan dengan ALLAH kita dapatkan bentuk-bentuk ibadah yang mencakup semua bidang fardhu ain serta soal-soal akidah yang melibatkan rukun iman dan rukun Islam. Adapun ibadah manusia yang berhubungan dengan sesama manusia merupakan suatu hubungan manusia di mana antara individu itu memiliki ikatan dengan keluarga, tetangga dan masyarakat serta peranannya dalam jihad, dalam menegakkan pendidikan dan pelajaran Islam, dalam menegakkan amrun bil ma’ruf wanahyun anil mungkar. Termasuk juga peranan seorang individu itu dalam mewujudkan politik Islam, negara Islam dan hubungan internasional. Dalam bidang tersebut hablumminannas ada hubungannya dengan hukum-hukum fardhu kifayah.

Dalam menguraikan pembagian ibadah dikaitkan dengan hubungan dengan ALLAH dan hubungan dengan manusia itu, kita sebenarnya diingatkan oleh ALLAH dalam ayat yang sama, yaitu kita akan ditimpa kehinaan di mana saja kita berada jika kedua ibadah itu tidak dapat kita tegakkan. Begitulah ALLAH memberi peringatan kepada kita. Coba sejenak kita singkap tabir yang telah sekian lama mengelabui mata hati dan penglihatan kita dan renungkan seikhlas-ikhlasnya kebenaran ingatan ALLAH dalam firman-Nya itu. Apakah tidak ada unsur-unsur penghinaan yang telah ALLAH timpakan kepada manusia yang tidak memperdulikan peringatan-Nya itu?

Menegakkan hablumminallah tetapi mengabaikan hablumminannas, tetap ALLAH timpakan penghinaan. Menegakkan hablumminannas tetapi mengabaikan hablumminallah, maka ALLAH tetap menghina manusia itu. Atau menegakkan kedua-duanya tetapi pelaksanaannya tidak menurut syariat yang diperintahkan oleh ALLAH, penghinaan akan tetap menimpa.

Apakah bentuk-bentuk penghinaan yang ALLAH timpakan? Yaitu meluasnya maksiat dan kemungkaran dengan leluasa, kejahatan semakin menjadi-jadi sehingga langkah-langkah pencegahan tidak membuat perubahan, krisis moral menonjol di kalangan masyarakat, timbul perselisihan dan perkelahian yang berlanjut menjadi peperangan dan pertumpahan darah sesama manusia.

Dalam keadaan dunia yang penuh dengan berbagai gejala yang disebutkan itu, maka jelas bagi kita bahwa sudah tidak ada ketenangan lagi di dunia. Kita dapat merasakan keselamatan kita makin terancam dari masa ke masa. Yang mempunyai harta kekayaan merasa kapan saja jiwa mereka terancam, sedangkan gadis-gadis dan wanita-wanita senantiasa merasa dirinya dapat menjadi korban perkosaan dan bentuk-bentuk kejahatan dan maksiat lainnya. Bagaimana pula dengan pemimpin-pemimpin? Pikiran mereka juga senantiasa dalam keadaan terancam karena merasa ada pemimpin lain yang akan merampas kuasanya. Apabila terjadi perebutan kuasa di kalangan pemimpin, maka pertumpahan darah pasti terjadi.

Itulah gejala-gejala penghinaan yang ALLAH timpakan kepada kaum-kaum yang durhaka, yang tidak benar-benar melaksanakan perintah-Nya tentang hablumminallah dan hablumminannas. Kehidupan yang dipengaruhi oleh beraneka macam gejala itu menciptakan neraka dunia, sedangkan di akhirat akan ada satu neraka lagi yang lebih dahsyat dan hebat. Gambaran mengenai penderitaan itu ALLAH terangkan dalam Al Quran:

Artinya: “Telah lahirlah kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan oleh usaha tangan manusia itu sendiri supaya ALLAH merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
(. Ar Rom: 41)

Arti Ibadah Menurut Islam (bagian 1).

MUQADDIMAH
PERSOALAN ibadah dalam Islam merupakan satu persoalan pokok di mana kebanyakan umat Islam dewasa ini agak keliru. Seringkali kita mendengar orang-orang Islam mengeluarkan pendapat masing-masing apabila menemukan suatu masalah yang melibatkan hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram. Dan dalam keadaan yang demikian, manusia kadang-kadang mengeluarkan pendapat tanpa berpegangan kepada Al Quran dan Sunah Rasul. Itulah yang dapat membawa kekeliruan di kalangan umat Islam.

Dalam Islam, hukum wajib, sunat dan mubah adalah hukum yang terlibat secara langsung dalam persoalan ibadah. Perkara wajib dan sunat memang sudah menjadi ibadah kita kepada ALLAH. Padahal perkara yang mubah pun sebenarnya dapat menjadi ibadah. Namun belum banyak yang mengetahuinya. Adapun perkara yang makruh dan haram, sama sekali tidak boleh kita lakukan karena tidak dapat menjadi ibadah. Semoga buku ini akan dapat menjelaskan persoalan bagaimana hal-hal itu dapat menjadi ibadah kita kepada ALLAH.

Sering kita dengar masyarakat mengatakan tentang kehidupan manusia sekarang ini yang sudah mengamalkan prinsip hidup sendiri-sendiri, masing-masing hanya mengurus urusannya sendiri. Kadang-kadang kita mendapatkan bahwa antara tetangga sebelah pun jarang yang bertegur sapa. Hal itu sungguh memalukan, karena dasar Islam mengukuhkan persaudaraan sesama manusia yang disebut dengan hablumminannas atau hubungan sesama manusia. Pengertian dalam konteks ini akan membawa perpaduan masyarakat Islam di mana dari perpaduan itu akan mewujudkan rasa kasih sayang dan kesefahaman antara satu sama lain. Dari situ dengan sendirinya akan melahirkan sebuah bentuk masyarakat Islam yang hidupnya berpegang kepada Al Quran dan As Sunnah. Akhirnya akan lahir satu bentuk tamadun (peradaban) dan kebudayaan Islam yang sebenarnya. Semua itu adalah hasil dari ibadah kita kepada ALLAH.

Kita perlu mengikuti cara-cara ibadah yang sebenarnya karena itulah sebab utama mengapa kita dijadikan oleh ALLAH.

Firman-Nya:

Artinya: “Tidak akan Aku jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk beribadah kepada ku”

Firman di atas menyebutkan dengan jelas tugas dan tanggung jawab kita kepada ALLAH. Kalaulah kita ini mengaku diri kita beragama Islam dan sering mengucapkan kalimah “Laa ilaha Illallah’’ yaitu “Tiada yang disembah melainkan ALLAH", maka sudah pasti kita wajib mengetahui cara-cara agar amal perbuatan kita dapat menjadi ibadah.

Demikianlah pendahuluan dari saya dengan harapan semoga buku ini dapat menjadi bimbingan dan pedoman kepada semua umat Islam yang cinta ALLAH serta mempunyai keyakinan bahwa setiap persoalan masyarakat hanya dapat diselesaikan melalui Islam. Semoga buku ini juga dapat menjadi amalan setiap umat Islam yang ingin berjuang dan berjihad serta yang ingin melihat wujudnya sebuah masyarakat Islam yang benar-benar bertamadun dan berkebudayaan sendiri sebagaimana yang dituntut oleh syariat Islam.


01 MENGAPA MANUSIA DIJADIKAN
DALAM membahas tentang manusia dan ibadahnya kepada ALLAH SWT kita perlu memahami maksud sebenarnya mengapa ALLAH menciptakan manusia dan menghidupkannya di mayapada ini. Kalau sekedar untuk mewujudkan makhluk-makhluk yang terus-menerus taat setia serta patuh kepada segala perintah-Nya, maka tentulah mencukupi makhluk malaikat yang telah dijadikan-Nya, di mana mereka itu tidak pernah ingkar kepada perintah-Nya. Karena itu ALLAH menyatakan bahwa Dia akan menciptakan manusia-manusia di muka bumi ini, maka malaikat-malaikat berkata bahwa manusia-manusia itu akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah. Namun demikian, ALLAH lah yang lebih mengetahui apa yang mereka tidak tahu. Karena itu ALLAH terus menciptakan manusia di bumi ini untuk menjadi khalifah atau duta-Nya.

Firman ALLAH:

Artinya : “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi ini.”
(Al Baqarah: 30)

Hasilnya ialah Nabi ALLAH Adam as dan seterusnya seluruh zuriat-zuriat keturunannya. Nabi Adam as adalah khalifah ALLAH yang pertama di bumi sedangkan seluruh zuriat keturunannya hingga dewasa ini adalah generasi penerus khalifah-khalifah yang akan menyambung tugas Nabi Adam as. Apakah tugas generasi khalifah-khalifah ini? Tidak lain tidak bukan tentulah untuk beribadah kepada ALLAH semata. Sebagaimana yang telah ALLAH tegaskan dalam Al Quran:

Artinya: “Tidak Aku jadikan jin dan manusia itu melainkan agar mereka beribadah kepadaku.”
( Ad Dzariat: 56)

Dengan tujuan agar manusia yang telah ALLAH ciptakan itu taat beribadah, maka tentulah Dia tidak membiarkan mereka itu tanpa pedoman dan panduan. Lalu ALLAH mewajibkan mereka supaya berpedoman kepada risalah-risalah atau syariat-syariat yang diutus-Nya kepada para Rasul. Rasul-Rasul itu diutus oleh ALLAH dari zaman ke zaman dan manusia tidak dibenarkan menyeleweng dari syariat yang ditetapkan. Bahkan tiap-tiap Rasul yang ALLAH utus pun tidak boleh mengeluarkan syariat masing-masing.

Di kalangan para Rasul yang teragung dan yang paling terakhir adalah Nabi Muhammad SAW. Maka untuk umat Nabi Muhammad dikeluarkan perintah untuk beribadah kepada ALLAH menurut syariat-syariat yang telah ALLAH sampaikan kepada Rasulullah SAW, satu syariat yang dikenal sebagai Dinul Islam atau syariat Islam.

Dengan demikian nyatalah Islam menjadi pegangan setiap umat Rasulullah SAW dan mereka diperintahkan supaya mematuhi syariat Islam di dalam setiap aspek kehidupan sebagaimana yang dikehendaki oleh ALLAH dalam firman-Nya:

Artinya:“Masuklah kamu di dalam agama Islam secara keseluruhan.”
(. Al Baqarah: 208)

Sesungguhnya perintah ALLAH itu menyeluruh dan tidak ada seorang pun yang terkecuali. Dan bagi mereka yang soleh atau taat setia atau yang bertakwa, ganjaran mereka adalah syurga yaitu suatu rahmat ALLAH yang paling besar. Sebaliknya bagi mereka yang mengingkari syariat yang dibawa Rasulullah, tergolong sebagai kafir atau durhaka (‘asi). Mereka akan dibalas dengan siksa yang sangat dahsyat serta menakutkan di akhirat kelak. Gelanggang penyiksaan yang tidak ada bandingannya di dunia ini yang dinamakan Neraka Jahanam dan telah ALLAH firmankan:

Artinya:“Adapun mereka yang beriman dan beramal soleh, bagi mereka itu Syurga Ma’wa sebagai tempat tinggal karena perbuatan mereka. Dan adapun bagi mereka yang fasik (perusak) maka tempat mereka adalah neraka.”
(. AS Sajadah: 20)

Wa’iyazubillah.

Kesimpulannya, kita semua adalah duta ALLAH yang diutus ke dunia untuk menjalankan segala perintah yang disampaikan melalui Rasul-Rasul pilihan-Nya. Rasul bagi kita ialah Nabi Muhammad SAW dan syariatnya ialah Islam. Melalui Islam kita diperintahkan beribadah kepada ALLAH, kita diperintahkan mencurahkan segala bakti dan taat setia kepada-Nya. Barulah sesuai dengan taraf kita sebagai duta-Nya. Sebagaimana kalau kita ini diutus oleh kerajaan untuk menjadi duta ke negeri lain, di mana kita dilengkapi dengan segala kemudahan seperti kendaraan, rumah, gaji besar dan sebagainya, maka semestinya segala kemudahan itu digunakan semata-mata untuk membantu kita menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh negara yang kita wakili itu. Seandainya kita lalai dengan tanggung jawab, bahkan menggunakan segala kemudahan itu untuk kepentingan diri kita, maka kita pasti menerima hukuman menurut kadar kesalahan yang kita lakukan.

Begitu juga dengan kedudukan kita sebagai duta ALLAH, di mana kita diutus ke dunia untuk menjalankan segala tugas yang telah disyariatkan dan diberikan segala kemudahan agar kita beribadah kepada-Nya. Sekiranya kita menyalahgunakan kemudahan itu, sudah tentu bila kita dipanggil kembali ke negara asal kita yaitu negara akhirat di mana kita sebenarnya bukan warga negara dunia melainkan warga negara akhirat maka kita akan dihadapkan ke pengadilan dan kita akan diberi hukuman setimpal dengan setiap kesalahan. Kita tidak akan dapat melepaskan diri dari siksa ALLAH yang sangat menakutkan itu.

02 MENGAPA KITA MESTI BERIBADAH

1. Alasan akal dan naluri fitrah.


BERDASARKAN perintah ALLAH supaya manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi mengikuti semua syariat Islam, maka beribadah kepada-Nya adalah suatu perkara yang memang sudah sepatutnya. Namun kalau kita tinjau dari segi akal dan naluri fitrah, dapat juga membisikkan ke hati kita, bahwa kita mesti berbakti dan beribadah kepada ALLAH. Seorang anak yang baru lahir, ia diasuh dan dijaga oleh kedua ibu bapaknya hingga besar. Setelah tiba masanya untuk disekolahkan, dia dilengkapi segala keperluannya, diberi segala kemudahan, dilayani segala makan minum agar proses mencari ilmu tidak terganggu. Kemudian setelah dia besar dan berilmu, ditakdirkan memperoleh jabatan, pekerjaan yang baik serta pendapatan lumayan. Setelah sekian lama ibu dan ayah mencurahkan bakti kepadanya, apakah tidak terfikir di dalam akalnya untuk membalas jasa ibu ayah yang begitu besar, di mana akal kita sendiri mengatakan bahwa jasa bakti itu tiada bandingannya.

Bagaimana dengan naluri fitrah atau bisikan hati kecilnya ? Tidak patutkah naluri dan akalnya mendorong agar dia mencurahkan bakti kepada orang tuanya. Kata orang, jasa ibu disanjung tinggi. Kalaulah logika akal dan naluri berhujah (beralasan) demikian, patutkah dia ingkar kepada kedua orang tuanya. Dan patutkah dia melupakan orang tua, niscaya dia akan dicap sebagai anak durhaka. Masyarakat akan mengatakan anak itu tidak tahu mengenang budi dan membalas jasa orang tua. Bahkan ada yang akan menyumpah anak itu tidak akan selamat hidupnya.

Kalau demikian halnya, bagaimana hujah akal dan naluri fitrah kita terhadap nikmat ALLAH yang tidak ternilai itu. Tentulah tidak patut bagi kita kalau kita lalai memberikan ketaatan serta bakti kita kepada ALLAH.

Memang sewajarnya kita memberikan bakti yaitu ibadah kita kepada-Nya karena Dia (ALLAH) telah mengaruniakan kepada kita rahmat dan nikmat yang terlalu banyak. Firman-Nya dalam Surah Ibrahim ayat 34 yang artinya:

“Jika kamu hendak menghitung nikmat ALLAH itu niscaya kamu tidak dapat menghitungnya”
(. Ibrahim: 34)

Dengan sebab itu seandainya kita menentang perkara yang diinginkan oleh akal dan naluri fitrah kita yaitu membalas segala nikmat dan rahmat ALLAH dengan beribadah kepada-Nya, maka jiwa kita akan merasa bersalah dan berdosa. Jiwa menderita karena senantiasa dilanda oleh dosa durhaka kepada pemberi nikmat dan rahmat itu, sebagaimana juga rusaknya jiwa yang senantiasa durhaka kepada ibu bapak yang telah sekian lama menaburkan jasa bakti mereka kepada anak yang dikasihi.

2. Nikmat-Nikmat ALLAH.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui, ALLAH mengutus manusia ke muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah-Nya. Karena itu ALLAH tidak mengirim manusia begitu saja. ALLAH menginginkan khalifah-khalifah-Nya itu dapat berjaya dalam hidup mereka di dunia dan supaya jalan-jalan untuk beribadah kepada-Nya menjadi mudah.

Dalam hal itu ALLAH membekali manusia berbagai kekuatan dan panduan. Pertama ALLAH memperkuat kejadian manusia dengan akal pikiran supaya manusia dapat mengkaji setiap bidang pengetahuan. Akal itulah yang dapat menaikkan martabat manusia lebih dari para malaikat dan dengan bekal akal itu jugalah, manusia menjadi mudah diajar dengan ilmu pengetahuan sebagaimana ALLAH telah mengajar Nabi Adam as dalam firman-Nya:

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.”
(. Al Baqarah: 31)

Untuk melengkapi kehidupan manusia, ALLAH mengutus para Rasul yang menyampaikan syariat atau peraturan serta undang-undang dalam mengatur kehidupan di semua aspek agar manusia itu dapat berjaya hidup di dunia dan di akhirat. Dengan akal yang telah ALLAH karuniakan tentulah manusia dapat memahami setiap aspek syariat yang disampaikan untuk kebaikan mereka sendiri. ALLAH tentu tidak akan menyampaikan syariat yang menghancurkan kehidupan manusia.

Tindak lanjut dari apa yang telah dinyatakan tadi, ALLAH masih menginginkan manusia mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi agar dapat benar-benar melambangkan khalifah-Nya di dunia. Karena itu ALLAH anugerahkan kepada manusia satu nikmat lagi berupa kekayaan langit dan bumi seperti emas, perak, intan, berlian, biji, tembaga dll, dan binatang-binatang darat dan laut seperti kambing, lembu, ikan, udang dll serta tidak ketinggalan juga tumbuh-tumbuhan serta kayu-kayuan yang dapat menghasilkan buah-buahan dan biji-bijian yang tidak terhingga banyaknya. Semua nikmat itu ALLAH nyatakan dalam firman-Nya:

Artinya :“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman-tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir-butir yang banyak dan dari mayang kurma yang mengurai tangkai-tangkai yang menjuntai. (Dan dari air itu Kami keluarkan pula) kebun-kebun anggur dan Kami keluarkan pula zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan ALLAH) bagi orang-orang yang beriman.”
(. Al An’am: 99)

Coba kita kemukakan persoalan itu kepada diri kita sendiri di mana ALLAH telah melengkapi segala kejadian dan nikmat itu. Mengapa ALLAH begitu banyak memberikan segala nikmat kepada kita? Untuk menjawabnya, kita perlu bertanya kepada ibu bapak tentang mengapa mereka begitu bersusah payah memberi kita segala kemudahan di waktu kecil sampai dewasa. Tentu jawabnya supaya kita dapat hidup bahagia dan senang berbakti kepada mereka sekurang-kurangnya tidak ingkar kepada mereka. Kalau demikian halnya tentulah ALLAH mencurahkan segala nikmatnya kepada kita supaya kita memikirkan kembali bagaimana hendak membalas segala karunia itu kepada kita. Karena itu timbullah masalah ibadah. Segala nikmat dan karunia itu tidak lain untuk memudahkan kita beribadah kepada ALLAH yang memberi. Dan sesungguhnya, barang siapa menggunakan setiap nikmat itu sebagai alat untuk berbakti dan beribadah kepada-Nya maka dianggap sebagai orang yang bersyukur kepada ALLAH SWT.

Pemberian ALLAH tidak berhenti di situ saja. Setelah kita menggunakan nikmat-Nya dan tidak lupa membalas melalui ibadah kita, maka ALLAH akan menambah nikmat-Nya itu baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika kita ingkar dan menyalahgunakan nikmat-Nya hingga kita tidak mau sama sekali memikirkan soal-soal beribadah kepada-Nya, maka itulah orang yang kufur kepada ALLAH Taala dan ALLAH peringatkan dalam Al Quran Surah Ibrahim ayat 7 sebagai berikut:

Artinya :“Jika kamu bersyukur niscaya Aku tambahkan lagi nikmat-Ku itu kepadamu. Dan jika kamu kufur, bahwasanya azab-Ku amat dahsyat sekali (yaitu kehinaan di dunia dan azab neraka di akhirat).”
(Ibrahim: 7)

tunggu yah lanjutannya!!!!
ery adrian,